Catatan Pagaras Setahun Penyanderaan Pilot Susi Air Oleh TPNPB-OPM

Nduga, 22 Mei 2024
Pada awal bulan Februari, beberapa media melaporkan mengenai pertemuan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III dengan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, Kevin Jeffery Burnet, pada tanggal 6 Februari 2024. Pertemuan ini bertujuan membahas penyelamatan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang telah disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di bawah komando Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023. Kepala Penerangan Kogabwilhan III, Kolonel Czi IGN Suriastawa, menjelaskan bahwa pertemuan antara Burnet dan Panglima Kogabwilhan III Letjen TNI Richard TH Tampubolon berlangsung di Timika, Papua Tengah.

Dalam pertemuan tersebut, pemerintah Selandia Baru menekankan pentingnya pendekatan ‘soft approach’ dalam upaya pembebasan pilot Susi Air, serta menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada Indonesia. Dubes Selandia Baru juga menegaskan pengakuan terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Papua. TNI telah melakukan berbagai upaya, termasuk melalui pendekatan dengan tokoh agama, masyarakat, adat, dan pemerintah daerah di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.

Panglima Kogabwilhan III, Letjen TNI Richard TH Tampubolon, menekankan bahwa keselamatan pilot Susi Air merupakan prioritas utama dalam misi pembebasan, meskipun terdapat kendala dalam pasokan logistik dan akses kesehatan. TNI berupaya dengan hati-hati dalam mencari solusi terbaik terkait masalah ini, mengingat pilot tersebut dijaga ketat oleh kelompok bersenjata dan terkadang tinggal bersama masyarakat sipil.

Taktik Penyanderaan TPNPB-OPM Yang Keliru
Pagaras memperhatikan bahwa tindakan penyanderaan yang dilakukan oleh TPNPB-OPM telah menarik perhatian negatif dari masyarakat dunia. Tindakan ini tampaknya merupakan strategi untuk memaksa pemerintah Selandia Baru untuk mendukung tuntutan mereka agar Indonesia bersedia untuk berunding. Namun, penggunaan kekerasan dalam penyanderaan menunjukkan konsekuensi yang serius, seperti potensi kekerasan atau bahkan pembunuhan jika tuntutan mereka tidak terpenuhi.

Meskipun TPNPB-OPM telah menjamin keselamatan pilot Philip Mehrtens, yang dianggap sebagai teman dan pendukung mereka, tindakan yang merugikan seperti menyakiti atau membunuhnya akan berdampak buruk pada perjuangan mereka dan cita-cita kemerdekaan Papua secara keseluruhan. Masyarakat Selandia Baru, termasuk organisasi non-pemerintah dan kelompok advokasi HAM, telah memberikan dukungan vokal bagi perjuangan kemerdekaan Papua Barat.

Pagaras memahami bahwa krisis penyanderaan pilot Mehrtens telah menjadi berlarut-larut karena semua pihak terlibat saling menunggu. TNI/Polri tampaknya berhati-hati dalam menangani situasi ini, sementara TPNPB-OPM terjebak dalam dilema yang mereka ciptakan sendiri. Dalam situasi ini, penting bagi semua pihak untuk mencari solusi yang damai dan menghindari penggunaan kekerasan yang dapat merugikan semua pihak yang terlibat.

Strategi Pencitraan TPNPB-OPM
Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menyatakan bahwa pilot Susi Air bukanlah target utama dari pihak mereka. Ia disandera sebagai bentuk jaminan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan mengizinkan penerbangan sipil masuk ke wilayah konflik antara TPNPB-OPM dan pasukan militer Indonesia.

Namun, Pagaras melihat ada ketidaksesuaian dengan fakta di lapangan. TPNPB-OPM tidak memiliki wewenang untuk menetapkan wilayah, termasuk wilayah konflik, karena mereka bukan entitas yang terdaftar dan diakui. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, TPNPB-OPM telah ditetapkan sebagai organisasi teroris di Indonesia.

Pagaras berpendapat bahwa OPM hanya mencari alasan untuk membenarkan tindakannya dengan menyebut insiden penyanderaan tersebut sesuai dengan standar hukum perang internasional. Penyanderaan terjadi karena pilot Philip Max Mehrtens mendaratkan pesawatnya di wilayah konflik menggunakan perusahaan penerbangan Susi Air yang didukung oleh Pemerintah Indonesia melalui program operasi perintis.

TPNPB-OPM telah menggunakan strategi yang tidak manusiawi, termasuk melibatkan perempuan dan anak-anak sebagai perisai hidup saat berhadapan dengan aparat atau melakukan mobilisasi untuk menghindari pengejaran aparat TNI/Polri. Mereka menegaskan bahwa pembebasan pilot asal Selandia Baru akan dilakukan melalui yurisdiksi Sekretaris Jenderal PBB tanpa imbalan apapun. Meskipun demikian, Pagaras berpendapat bahwa tidak perlu campur tangan pihak asing dalam penyelesaian kasus penyanderaan ini, karena hal tersebut terjadi di wilayah kedaulatan Indonesia dan aparat TNI/Polri dapat menangani situasi tersebut dengan baik. Diperlukan kehati-hatian agar tidak menimbulkan korban jiwa yang tidak perlu dalam penyelesaian kasus ini.

Aksi Teror dan Pembantaian TPNPB-OPM
Menurut catatan Pagaras, selama tahun 2023 terjadi 209 peristiwa kekerasan kriminal bersenjata dan politik antara aparat TNI/Polri dengan TPNPB-OPM di Papua, menyebabkan korban di kalangan masyarakat sipil. Sebanyak 79 orang tewas, termasuk 37 warga sipil, 20 prajurit TNI, dan 3 anggota Polri. Selain itu, terdapat 19 anggota kelompok kriminal bersenjata yang juga tewas dalam insiden tersebut. Data ini terungkap dalam laporan akhir tahun Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz 2023 yang diterima pada tanggal 25 Desember 2023.

Pada tahun 2024, hingga saat ini, telah tercatat 18 rumah masyarakat yang dibakar, serta 7 korban pembunuhan yang terdiri dari anggota TNI (2 orang), Polri (3 orang), dan masyarakat sipil (2 orang). Selain itu, 7 unit fasilitas umum kantor pemerintahan juga dilaporkan telah dibakar. Satgas Operasi Damai Cartenz berhasil menduduki 42 titik markas kelompok kriminal bersenjata (KKB) dan menangkap 33 anggota kelompok tersebut sepanjang tahun 2023. Baru-baru ini, seorang warga sipil bernama Boki Ugipa dari Kampung Pogapa, Intan Jaya, tewas ditembak oleh TPNPB-OPM di Kampung Engganengga, Intan Jaya, Papua Tengah pada tanggal 1 Mei 2024. Boki dituduh sebagai mata-mata aparat oleh TPNPB-OPM.

Dampak Penyanderaan Masyarakat Papua Kembali Berjalan Kaki
Peristiwa penyanderaan Pilot Susi Air telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat Papua, terutama dalam hal akses transportasi udara. Insiden tersebut telah menyebabkan gangguan dalam operasional pesawat di kawasan Papua, memaksa sebagian masyarakat untuk kembali berjalan kaki berhari-hari untuk mencapai satu kota atau tujuan. Akibatnya, Susi Air terpaksa menangguhkan 70% armada Pilatus Porter yang biasanya digunakan untuk melayani daerah-daerah terpencil di Papua.

Sejak tahun 2006, Susi Air telah menjadi salah satu penyedia layanan penerbangan rute perintis ke Papua, dengan jumlah pesawat yang kini mencapai 22 pada tahun 2023. Rute penerbangan perintis mereka mencakup berbagai kota penting seperti Sentani, Wamena, Nabire, Timika, Manokwari, Merauke, Sorong, dan Biak. Setiap hari, Susi Air melakukan sekitar 70-120 penerbangan ke Papua dengan menggunakan dua jenis pesawat, yaitu Caravan dan Pilatus Porter.

Rute perintis adalah jalur-jalur penerbangan yang ditentukan oleh pemerintah, dengan harga tiket yang disubsidi. Umumnya subsidi yang diberikan mencapai 65 persen dari harga tiket sehingga tiket yang harus dibayar pengguna sangat murah, yaitu sekitar 250 ribu rupiah.

Pemerintah juga telah berkomitmen untuk meningkatkan fasilitas transportasi di Papua guna mendukung perkembangan wilayah tersebut. Presiden Jokowi baru-baru ini meresmikan Bandar Udara Siboru dan Bandar Udara Douw Aturure sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan mobilitas masyarakat Papua. Pembangunan infrastruktur transportasi yang lebih baik diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Papua.

Penerbangan Perintis Menopang Nadi Perekonomian Pelosok Papua
Akses transportasi di wilayah Papua merupakan tantangan besar yang harus dihadapi. Meskipun demikian, keberadaan rute penerbangan perintis, seperti yang dioperasikan oleh Susi Air, sangat penting untuk memastikan kelancaran pergerakan orang dan barang, serta untuk memperkenalkan potensi-potensi yang ada di Papua.

Dengan rata-rata 100 penerbangan setiap hari, Susi Air telah menjadi salah satu urat nadi kelancaran distribusi perekonomian di Papua. Keamanan selalu menjadi prioritas utama bagi Susi Air dalam beroperasi di medan yang luas dan beragam di Papua. Mereka berkomitmen untuk tidak terbang di zona-zona yang dianggap berpotensi mengalami gangguan keamanan.

Akses transportasi bukan hanya sekadar urat nadi bagi pemenuhan kebutuhan pokok, namun juga merupakan hak asasi manusia yang tak boleh diabaikan. Penyanderaan Pilot Susi Air telah memberikan dampak negatif terhadap pelayanan di daerah-daerah terpencil, termasuk mobilisasi manusia, distribusi logistic, dan pelayanan kesehatan.

Pagaras menekankan pentingnya pembebasan Pilot Susi Air yang disandera oleh TPNPB-OPM agar layanan di daerah-daerah terdampak dapat kembali normal. Para pilot penerbangan perintis adalah pahlawan yang membawa perubahan positif bagi masyarakat Papua, membuka isolasi dan membantu memajukan wilayah pedalaman. Dengan demikian, penerbangan perintis bukan hanya sekadar sarana transportasi, namun juga membuka peradaban baru bagi Papua.

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM PAGARAS
Papua Garis Keras

Download the Press Release Here

English Version

Pagaras Notes Marks A Year of Susi Air Pilot Abduction by TPNPB-OPM
Nduga, May 22, 2024

In early February, several mass media outlets reported on a meeting between the Indonesian National Armed Forces (TNI) through the Joint Regional Defence Command (Kogabwilhan) III and the Ambassador of New Zealand to Indonesia, Kevin Jeffery Burnet, on Tuesday, 06/02/2024. The meeting was held to discuss the rescue of Susi Air pilot, Philip Mark Mehrtens, who had been held captive by the West Papua National Liberation Army-Free Papua Movement (TPNPB-OPM) under the command of Egianus Kogoya since February 7, 2023.

The Head of Information for Kogabwilhan III, Colonel Czi IGN Suriastawa, stated that Burnet’s meeting with Commander Kogabwilhan III Lieutenant General TNI Richard TH Tampubolon took place in Timika, Central Papua. Suriastawa explained that the New Zealand government hoped for the release of the Susi Air pilot to prioritize a ‘soft approach’ and fully entrusted the efforts to release the pilot to Indonesia. The New Zealand Ambassador also conveyed a special message from the New Zealand government acknowledging the sovereignty of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI) in Papua.

So far, the TNI has made various efforts in the process of releasing the Susi Air pilot, such as approaching religious leaders, community figures, traditional leaders, and local governments in Nduga Regency, Papua Highlands. Meanwhile, Commander Kogabwilhan III, Lieutenant General TNI Richard TH Tampubolon, stated that the main priority in the rescue mission was to ensure the safety of the Susi Air pilot despite challenges in logistics supply and access to healthcare. The pilot is closely guarded by armed groups and sometimes lives among civilian populations, so the TNI is proceeding with caution to find the best solution to this issue.

Flawed TPNPB-OPM hostage tactics with precision and strategy
The recent act of hostage-taking by TPNPB-OPM has undoubtedly attracted negative attention from the global community. This action was clearly carried out with a specific goal in mind – to pressure a third party, in this case the government of New Zealand, to push Indonesia to the negotiating table. However, the use of coercion in hostage-taking inevitably involves violence, suggesting that the perpetrators are willing to resort to extreme measures if their demands are not met. Despite assurances from TPNPB-OPM regarding the safety of New Zealand pilot Philip Mertens, harming or killing him would be detrimental and highly unlikely, given the potential backlash it would provoke.

It is evident that TPNPB-OPM recognises the importance of Mehrtens’ safety, as any harm to him would not only jeopardise their cause but also tarnish the broader struggle for Papua’s independence. Civilian and non-governmental organisations in New Zealand have been vocal in their support for West Papua’s fight for freedom, with human rights groups frequently demonstrating their solidarity. The prolonged hostage crisis involving Mehrtens has left all parties involved in a state of wait-and-see, particularly the cautious approach taken by the Indonesian security forces.

TPNPB-OPM finds itself in a dilemma of its own making, trapped in a situation that requires careful navigation. It is crucial for all parties to prioritise dialogue and peaceful resolution in order to prevent further escalation and ensure the safety of all individuals involved.

TPNPB-OPM Rebranding Campaign
The spokesperson for TPNPB-OPM, Sebby Sambom, stated that the Susi Air pilot was not their main target. He was taken as a guarantee against the violations committed by the Indonesian government in allowing civil flights into the war zone between TPNPB-OPM and the Indonesian military. However, Pagaras sees this claim as contradictory to the facts on the ground. TPNPB-OPM does not have the authority to determine territories, let alone war zones, as they are not a registered or recognised entity. Referring to Law Number 5 of 2018 on the Eradication of Terrorism, TPNPB-OPM is classified as a terrorist organisation in Indonesia.

Pagaras believes that OPM is simply seeking justification by claiming that the hostage incident was in accordance with international laws of war. The hostage situation arose because pilot Philip Max Mehrtens landed his plane in a war zone using Susi Air, a company subsidised by the Indonesian government through its pioneer operation program.

The TPNPB-OPM spokesperson has even stated that both countries (Indonesia and New Zealand) have failed in seeking a peaceful resolution, despite TPNPB-OPM frequently threatening civilians and launching attacks to evade authorities. They even use despicable tactics such as using women and children as human shields when facing security forces or mobilising to avoid being pursued by the Indonesian military and police.

TPNPB-OPM emphasises that they will only release the New Zealand pilot under the jurisdiction of the Secretary-General of the United Nations. They claim that they do not seek any reward for the pilot’s release. Pagaras argues that there is no need for foreign entities to intervene in ending the hostage drama, as it is within the sovereignty of the Republic of Indonesia, and the Indonesian military and police are capable of resolving the issue. However, caution is necessary to prevent unnecessary loss of life.

Series of Terror and Killing Acts of TPNPB-OPM
In the records of Pagaras, throughout 2023, there were 209 incidents of armed criminal and political violence between the TNI/Polri forces and the TPNPB-OPM in the Papua region, with civilians also falling victim. From these incidents, a total of 79 people lost their lives, including 37 civilians, 20 TNI soldiers, and 3 police officers. Additionally, 19 members of the armed criminal groups were killed.

These findings were revealed in the year-end report of the Cartenz Peace Operation Task Force 2023, received by Kompas on Monday, 25/12/2023. In 2024 so far, 18 civilian homes have been burned, with 7 individuals killed, comprising 2 TNI members, 3 police officers, and 2 civilians. Furthermore, 7 government office facilities have been set ablaze. Throughout 2023, the Cartenz Peace Operation Task Force also seized 42 points of the armed criminal group’s headquarters and apprehended 33 members of these groups. Most recently, a civilian, Boki Ugipa, from Pogapa Village, Intan Jaya, was stripped naked and shot dead by the TPNPB-OPM in Engganengga Village, Intan Jaya, Central Papua, on 01/05/2024. Boki was accused of being a spy for the authorities by the TPNPB-OPM.

Peoples Walk a Day Due to Hostage Situation
The abduction incident of a Susi Air pilot has severely impacted the people of Papua by disrupting their access to air transportation. This has forced some residents to resort to travelling on foot, as a significant portion of Susi Air’s Pilatus Porter fleet has been suspended in the aftermath of the incident.

Since 2006, Susi Air has been serving flight routes to Papua, starting with just one aircraft and now operating a fleet of 22 aircraft in 2023. The pioneer flight routes covered by Susi Air include Sentani, Wamena, Nabire, Timika, Manokwari, Merauke, Sorong, and Biak, with approximately 70-120 flights to Papua daily using Caravan and Pilatus Porter aircraft. These pioneer routes are government-designated flight paths with heavily subsidized ticket prices, making air travel affordable for users at around 250,000 Indonesian Rupiah.

In response to the challenges faced by the people of Papua, the government has been making efforts to improve mobility in the region. President Jokowi recently inaugurated Siboru Airport and Douw Aturure Airport on Thursday, 23rd November 2023, in Fakfak Regency, West Papua Province. The development of these airports reflects the growing infrastructure and economic activities in Papua, highlighting the need for enhanced transportation facilities to support the region’s progress.

Pioneering Aviation Supports the Economic Pulse of Remote Papua
Transportation access in the Papua region is not easy. There are still areas that are difficult to reach, requiring a long travel time from one area to another. The presence of pioneer flight routes is very beneficial, both for the movement of people and goods, as well as for introducing the potential in Papua. With an average of 100 flights per day, the presence of pioneer flights, such as Susi Air, is crucial for the lifeblood of Papua. Safety is a primary consideration for Susi Air when operating in the vast terrain of the Cendrawasih Earth. The airline does not fly in red zones, which are considered to have potential security disturbances. Transportation access is the lifeline for meeting basic needs and is a human right that cannot be easily eliminated.

Due to the abduction of a Susi Air pilot, services to remote areas are now being affected, including logistic mobilization, healthcare services, and other community needs are starting to be disrupted. Pagaras urges TPNPB-OPM to immediately release the abducted Susi Air pilot. The sacrifices made by these pilots in flying planes to remote areas have opened up isolation and brought change to the mountainous regions. In conclusion, Pagaras believes that these pioneer flights make it easier for church workers, healthcare providers, and logistics distribution personnel. These pilots are heroes who break the barriers of isolation and bring a new civilization to the people of Papua.

Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline

Check Also

Himbauan PAGARAS Untuk Mengantisipasi Gangguan Keamanan Pada Pilkada 2024 di Tanah Papua

Jayawijaya, 28 Nopember 2024. PAGARAS mengamati berbagai analisis dari pengamat politik dan keamanan yang meramalkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *