Pandangan PAGARAS Terkait Strategi Transformasi Ekonomi Berkelanjutandi Propinsi Papua Pasca Tambang

Jayapura, 5 Juli 2024,
Pada 27 Desember 2023, Papua merayakan ulang tahunnya yang ke-74. Provinsi yang dulunya bernama Irian Jaya ini terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah, mulai dari sumber daya maritim di laut, tanah subur di darat, hingga potensi tambang yang tersembunyi di bawah tanah. Selama bertahun-tahun, sektor pengelolaan sumber daya alam menjadi tulang punggung perekonomian Papua, di mana pertambangan emas melalui kontrak karya PT Freeport Indonesia menjadi salah satu pilar utama sejak tahun 1967.

Berdasarkan studi Badan Pusat Statistik (BPS) Papua pada triwulan III-2023, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap perekonomian Papua sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi Papua mencapai 8,28 persen secara tahunan, didorong oleh sektor pertambangan dan penggalian yang berkontribusi sebesar 40,48 persen terhadap total pertumbuhan. Sektor konstruksi menyumbang 12,96 persen, pertanian, kehutanan, dan perikanan 9,98 persen, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 9,37 persen, serta usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 7,93 persen.

Pertumbuhan ekonomi Papua ini melampaui rata-rata pertumbuhan nasional yang mencapai 4,94 persen. Namun, BPS mencatat bahwa jika sektor pertambangan dan penggalian dihilangkan sebagai kontributor, pertumbuhan ekonomi Papua hanya akan mencapai 3,32 persen, di bawah rata-rata pertumbuhan nasional.

Pemerintah Provinsi Papua menyadari potensi risiko ini dan berupaya mengantisipasi dampak pemekaran tiga daerah otonomi baru (DOB) pada tahun 2022. Pemekaran ini mengakibatkan wilayah operasi pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, yang dulunya bagian dari Papua, kini menjadi bagian dari Provinsi Papua Tengah. Hal ini berdampak pada penurunan pembagian laba bersih yang sebelumnya diterima Papua secara rutin.

Laba bersih dari pertambangan Freeport yang masuk ke kas Papua dipastikan akan berakhir pada tahun ini. Situasi ini menjadi tantangan bagi Papua, mengingat ketergantungan PAD pada sektor ini. Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Papua, Setiyo Wahyudi, menyatakan bahwa target PAD 2023 sebesar Rp 1,177 triliun telah terlampaui dengan realisasi mencapai Rp 1,327 triliun, bahkan surplus hingga 112 persen, atau sekitar Rp 149,2 miliar. Pajak pengelolaan kekayaan daerah, khususnya dari PT Freeport Indonesia, menjadi sumber PAD terbesar bagi Papua, mencapai Rp 450 miliar dan menyumbang sekitar 39,2 persen dari total komposisi PAD Papua.

Namun, pada tahun 2024, target PAD Papua turun menjadi Rp 565 miliar. Penurunan ini tidak lepas dari pemekaran tiga DOB dan lepasnya PT Freeport Indonesia sebagai sumber pajak utama. Dengan tiga DOB baru, Papua yang awalnya memiliki 28 wilayah kabupaten/kota, kini tersisa satu kota dan delapan kabupaten.

Pagaras memprediksi bahwa pencapaian target PAD tahun 2024 akan mengalami kontraksi yang signifikan karena tahun ini merupakan kali terakhir Papua menerima pajak dari laba bersih Freeport.

Penyesuaian Sektor-Sektor Pendukung Ekonomi di Propinsi Papua
Pagaras menekankan perlunya Pemprov Papua untuk mengoptimalkan sektor-sektor pendapatan daerah lain guna memastikan keberlanjutan pembangunan di Papua. Peningkatan pendapatan dari sektor-sektor yang sudah ada dan potensi sektor baru yang sedang dievaluasi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi fokus utama.

Pagaras mengapresiasi pernyataan Suzana Wanggai, Pelaksana Tugas Asisten Sekretariat Daerah Papua Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, yang menekankan fokus pada ekonomi hijau dan biru sebagai strategi pemanfaatan sumber daya alam (SDA) secara berkelanjutan. Hal ini sangat relevan mengingat sejarah panjang eksploitasi SDA di Papua.

Potensi ekonomi hijau dan biru akan dimaksimalkan berdasarkan sumber daya yang dimiliki setiap kabupaten/kota. Kabupaten Keerom, Mamberamo Raya, dan Jayapura akan mengoptimalkan sektor pertanian dan peternakan. Sementara itu, ekonomi biru akan ditingkatkan di wilayah kepulauan seperti Biak Numfor, Supiori, Sarmi, Kepulauan Yapen, Waropen, dan Kota Jayapura.

Pagaras mendorong Pemprov Papua untuk mengembangkan potensi kekayaan alam, sosial budaya, dan ekonomi kreatif. Dukungan diberikan kepada Suzana Wanggai dalam menggalakkan kegiatan pariwisata yang dapat menarik wisatawan dan mendorong perekonomian masyarakat lokal.

Pagaras menyoroti data statistik yang menunjukkan kontribusi pertambangan yang signifikan terhadap ekonomi Papua, jauh melebihi kontribusi sektor lainnya. Oleh karena itu, Pagaras mendesak Pemprov Papua untuk memberikan perhatian lebih pada sektor-sektor lain seperti perikanan, pertanian, dan perdagangan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Papua menunjukkan peningkatan produksi hasil perikanan, termasuk ikan hias, pada tahun 2020 dan 2021. Pagaras melihat potensi besar di sektor ini, yang berdampak langsung pada masyarakat dan dapat ditingkatkan nilainya. Perbedaan kontribusi sektor pertambangan dan sektor lain yang signifikan menunjukkan minimnya perhatian pemerintah daerah pada sektor ekonomi selain pertambangan.

Pagaras menyimpulkan bahwa perlu adanya diversifikasi ekonomi di Papua dengan mengoptimalkan potensi sektor lain dan mengurangi ketergantungan pada sektor pertambangan.

Dutch Disease
Pagaras menilai bahwa Papua telah terlalu fokus pada sektor pertambangan. Ia membandingkan ketergantungan ini dengan “Dutch Disease” atau “Penyakit Belanda”, sebuah istilah ekonomi yang menggambarkan dampak negatif ketergantungan berlebih pada satu sektor, khususnya sektor sumber daya alam, terhadap sektor lain.

Akibatnya, sektor-sektor penting seperti pertanian, perdagangan, peternakan, dan ekonomi kreatif terabaikan. Pagaras menghimbau Pemprov Papua untuk tidak putus asa dan segera merumuskan program komprehensif untuk pengembangan sektor-sektor tersebut.

Namun, Pagaras juga menyoroti masalah klasik yang masih menghantui sektor usaha di Papua, yaitu biaya produksi yang tinggi. Hal ini mengakibatkan produk-produk Papua tidak kompetitif di pasar luar negeri.

Konektivitas yang buruk juga menambah beban biaya pengiriman, sehingga harga produk di Papua semakin mahal dan semakin sulit bersaing. Pagaras berpendapat bahwa solusi terbaik adalah menarik pasar ke Papua dengan menghadirkan pusat-pusat ekonomi di sana. Hal ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Papua, seiring dengan keberhasilan program intensifikasi di sektor non-tambang, sektor hijau, dan sektor biru.

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM PAGARAS
Papua Garis Keras

Download the Press Release Here

English Version

Perspectives on Sustainable Economic Transformation Strategies
in Post-Mining Papua Province
Jayapura, July 5, 2024

Papua celebrated its 74th anniversary on December 27, 2023. This province, formerly known as Irian Jaya, is renowned for its abundant natural resources, ranging from maritime resources in the ocean, fertile land, to hidden mineral deposits beneath the earth’s surface. For years, the natural resource management sector has been the backbone of Papua’s economy, with gold mining through a partnership with PT Freeport Indonesia being a key pillar since 1967.

According to a study by the Papua Statistics Agency (BPS) in the third quarter of 2023, the mining and quarrying sector significantly contributes to Papua’s economy. Papua’s economic growth reached 8.28 percent annually, driven by the mining and quarrying sector, which contributed 40.48 percent to the total growth. The construction sector contributed 12.96 percent, while agriculture, forestry, and fisheries contributed 9.98 percent. Trade, repair of motor vehicles and motorcycles, contributed 9.37 percent, and public administration, defense, and compulsory social security contributed 7.93 percent.

Papua’s economic growth surpassed the national average of 4.94 percent. However, BPS noted that if the mining and quarrying sector were excluded as a contributor, Papua’s economic growth would only reach 3.32 percent, below the national average.

The Papua Provincial Government recognizes this potential risk and is striving to anticipate the impact of the expansion of three new autonomous regions (DOB) in 2022. This expansion resulted in the mining operational area of PT Freeport Indonesia in Mimika Regency, which was formerly part of Papua, now becoming part of Central Papua Province. This has resulted in a decrease in the share of net profit previously received by Papua regularly.

The net profit from Freeport’s mining operations flowing into Papua’s coffers is expected to cease this year. This situation presents a challenge for Papua, considering its dependence on PAD (Regional Original Income) from this sector. Setiyo Wahyudi, Head of the Papua Regional Revenue Management Agency (Bappenda), stated that the 2023 PAD target of Rp 1.177 trillion has been exceeded, with a realization of Rp 1.327 trillion, even recording a surplus of 112 percent, or around Rp 149.2 billion. Tax revenue from managing regional wealth, particularly from PT Freeport Indonesia, is the largest source of PAD for Papua, reaching Rp 450 billion and contributing approximately 39.2 percent of the total composition of Papua’s PAD.

However, in 2024, Papua’s PAD target is projected to decrease to Rp 565 billion. This decrease is due to the expansion of the three DOBs and the loss of PT Freeport Indonesia as the primary tax source. With three new DOBs, Papua, which originally had 28 regencies/cities, is now left with one city and eight regencies.

Pagaras predicts that achieving the 2024 PAD target will experience a significant contraction because this year marks the last time Papua will receive taxes from Freeport’s net profit.

Adaptation of Supporting Economic Sectors in Papua Province
Pagaras emphasized the importance for the Papua Provincial Government to optimize other regional revenue sectors to ensure sustainable development in Papua. The focus is on increasing revenue from existing sectors and the potential of new sectors currently being evaluated in Law Number 1 of 2022 concerning the Financial Relationship between the Central Government and Regional Governments.

Pagaras commended the statement by Suzana Wanggai, Acting Assistant Secretary of the Papua Regional Secretariat for Economic and People’s Welfare, who highlighted the focus on green and blue economies as a strategy for sustainable utilization of natural resources. This is highly relevant considering Papua’s long history of resource exploitation.

The potential of the green and blue economies will be maximized based on the resources possessed by each district/city. Keerom, Mamberamo Raya, and Jayapura regencies will optimize the agricultural and livestock sectors. Meanwhile, the blue economy will be enhanced in island regions such as Biak Numfor, Supiori, Sarmi, Kepulauan Yapen, Waropen, and Jayapura City.

Pagaras encourages the Papua Provincial Government to develop the potential of natural wealth, social culture, and creative economy. Support is given to Suzana Wanggai in promoting tourism activities that can attract tourists and boost the local economy.

Pagaras highlighted statistical data showing the significant contribution of mining to Papua’s economy, far exceeding the contribution of other sectors. Therefore, Pagaras urges the Papua Provincial Government to pay more attention to other sectors such as fisheries, agriculture, and trade.

Data from the Papua Central Statistics Agency (BPS) shows an increase in fishery production, including ornamental fish, in 2020 and 2021. Pagaras sees great potential in this sector, which has a direct impact on communities and can be further enhanced in value. The significant difference in contribution between the mining sector and other sectors indicates the limited attention given by the regional government to the economy beyond mining.

Pagaras concludes that economic diversification in Papua is necessary by optimizing the potential of other sectors and reducing dependence on the mining sector.

Dutch Disease
Papua’s overreliance on the mining sector has drawn concern from Pagaras, who likened this dependence to the “Dutch Disease” – an economic term describing the detrimental effects of excessive reliance on a single sector, particularly natural resources, on other sectors. This has resulted in the neglect of crucial sectors like agriculture, trade, livestock, and the creative economy.

Pagaras urged the Papua Provincial Government not to despair and immediately formulate a comprehensive program for developing these neglected sectors. However, Pagaras also highlighted a persistent challenge hindering Papua’s business sector: high production costs. This renders Papua’s products uncompetitive in the international market.

Poor connectivity further exacerbates the burden of shipping costs, making Papua’s products increasingly expensive and less competitive. Pagaras believes the optimal solution is to attract markets to Papua by establishing economic hubs within the province. This is anticipated to accelerate Papua’s economic growth, complementing the success of intensification programs in non-mining, green, and blue sectors.

Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline

Check Also

Himbauan PAGARAS Untuk Mengantisipasi Gangguan Keamanan Pada Pilkada 2024 di Tanah Papua

Jayawijaya, 28 Nopember 2024. PAGARAS mengamati berbagai analisis dari pengamat politik dan keamanan yang meramalkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *