Optimisme terhadap Kebijakan Otonomi Khusus Papua sebagai Jalan Keberhasilan Pembangunan di Tanah Papua

Jayapura, 25 Juli 2024,
Papua tidak lagi provinsi buangan atau daerah yang luput dari pembangunan oleh negara. Upaya untuk membebaskan orang asli Papua dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, serta ketidakadilan terus dilakukan oleh negara. PAGARAS melihat Otonomi Khusus (Otsus) sebagai formulasi kebijakan untuk mendukung mimpi dan cita-cita masyarakat Papua, untuk maju, sejahtera dan bermartabat. PAGARAS melihat tekad dan keseriusan negara dalam merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan menerbitkan UU No 2/2021 tentang Revisi UU Otsus Papua.

Komitmen politik negara diperkuat melalui perubahan yang signifikan dalam UU Otsus. UU Otsus mengamanatkan negara dalam melindungi dan menghormati martabat orang asli Papua, memberikan afirmasi, serta melindungi hak-hak dasar mereka dalam berbagai bidang, termasuk didalamnya adalah percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Papua.

PAGARAS memuji langkah negara melalui peningkatan dana Otsus dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum APBN. Skema fiskal yang berbasis kinerja harus diterapkan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan dana tersebut. Dana Otsus harus dialokasikan untuk mendukung prioritas nasional dan pembangunan daerah, dengan harapan manfaatnya dapat dirasakan secara nyata oleh orang asli Papua. PAGARAS mengingatkan untuk benar-benar menyelesaikan skema pengawasan penggunaan dana Otsus, menyentuh hingga pelaksanaan pemerintah terendah.

PAGARAS mendesak pemerintah untuk memprioritaskan dana Otsus untuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Paling tidak 30 persen dari dana Otsus harus dialokasikan untuk pendidikan dan 20 persen untuk kesehatan. PAGARAS juga mengapresiasi pemerintah yang memperpanjang hingga tahun 2041, dengan tambahan dana dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam.

PAGARAS juga memuji langkah negara melalui UU Otsus Papua yang mengamanatkan pembentukan badan khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan Wakil Presiden. Badan ini harus dapat mengatasi masalah tata kelola kekuasaan di daerah, termasuk sinkronisasi, harmonisasi, dan evaluasi kebijakan. PAGARAS mengingatkan kepada badan ini untuk memiliki niat politik yang teguh dan tidak goyah.

Pemekaran Wilayah di Papua Langkah Penyesuaian Dengan Provinsi Lain
PAGARAS mencermati, Pemekaran wilayah di Papua harus dilakukan tanpa hambatan berlebihan, untuk mempercepat proses pembangunan. Tujuan utama dari revisi UU Otsus adalah agar orang asli Papua dapat menyesuaikan diri dengan daerah lain, sambil tetap mempertahankan keberagaman budaya mereka. Penetrasi pendatang harus diatur dengan bijaksana, agar tidak mengancam eksistensi dan keberlanjutan nilai budaya dan adat Papua.

PAGARAS berharap orang asli Papua dapat sejahtera dan lepas dari belenggu keterbelakangan. Revisi UU Otsus diharapkan dapat menjadi langkah maju bagi Papua, bukan jalan buntu. Semoga UU Otsus ini dapat membuka mata batin orang Papua yang telah lama merasa tidak adil dan kehilangan hak-hak asasinya.

Tantangan Pelaksanaan Otonomi Khusus
Setelah berjalan selama 23 tahun, implementasi otonomi khusus di Papua masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Undang-undang Otsus menjadi landasan hukum yang kuat untuk melaksanakan program-program yang akan membantu orang asli Papua mencapai taraf kesejahteraan yang lebih baik.

Dengan adanya implementasi program-program ini, diharapkan masyarakat Papua dapat sejajar dengan wilayah lain di Indonesia secara bertahap. Namun demikian, PAGARAS menilai bahwa kebijakan Otsus yang telah berjalan selama lebih dari 20 tahun masih memerlukan sejumlah perbaikan. Salah satu indikatornya adalah capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua, yang menjadi parameter penting untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pada 2004, IPM di Provinsi Papua mencapai besaran 60,9 dan Provinsi Papua Barat sebesar 63,7. IPM kedua provinsi ini berada di bawah IPM rata-rata nasional yang kala itu mencapai 68,7. Jika dihitung selisihnya, IPM Papua tertinggal 7,8 poin dan Papua Barat berada 5 poin di bawah IPM rata-rata nasional tahun 2004.Berselang 19 tahun kemudian pola ini masih sama.

Data BPS tahun 2023 menunjukkan bahwa rata-rata IPM nasional sudah meningkat mencapai 74,39. Capaian IPM di wilayah Papua juga menunjukkan tren peningkatan. IPM Papua meningkat menjadi 63,01 dan Papua Barat naik menjadi 67,47. Bila dilihat selisihnya dengan tahun 2004, IPM nasional pada 2023 meningkat 5,69 poin. Sementara, peningkatan IPM Provinsi Papua sebesar 2,11 poin dan Papua Barat 3,77 poin.

PAGARAS menyimpukan, kualitas kehidupan di Papua mengalami peningkatan meskipun masih di bawah akselerasi peningkatan IPM nasional. Dengan melihat indikator pembentuk IPM, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak, kebijakan Otsus terkait alokasi program perlu penguatan di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Pandangan kaum muda Papua
Pembenahan sektor-sektor tersebut menjadi harapan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya pembangunan sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi di mata publik Papua, terutama bagi generasi muda Papua.

Dari penelusuran PAGARAS dengan beberapa kelompok pemuda di beberapa kota, seperti Jayapura, Merauke, Sorong, Manokwari, dan Timika, menunjukkan bahwa masalah kesehatan berada di peringkat pertama sebagai hal yang paling mereka harapkan untuk diatasi di Papua, disusul oleh persoalan Pendidikan, sementara permasalahan ekonomi menempati posisi ketiga.

PAGARAS mencatat, sebagian besar dari kelompok muda Papua yang diajak berdiksusi, menilai akses edukasi masih relatif minim. Akses dan hak memperoleh pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang masih timpang. Namun PAGARAS juga melihat rasa optimistis yang tinggi diantara masyarakat Papua. Anak muda Papua meyatakan bahwa mereka merasa percaya diri akan mampu berkompetisi secara professional dengan siapapun di level mereka.

Kesimpulan PAGARAS
Persaingan di dunia kerja dan usaha akan semakin kondusif apabila situasi ekonomi di tanah Papua terus membaik dan berkembang. Sementara itu, untuk dapat mewujudkan masyarakat Papua yang mandiri secara ekonomi, perlu diwujudkan kondisi kesehatan dan pendidikan yang memadai. PAGARAS mencermati bahwa ketiga aspek ini harus dikembangkan secara bersamaan agar kesejahteraan masyarakat Papua meningkat.

PAGARAS menyimpulkan bahwa kebutuhan yang paling mendesak terkait bidang pendidikan di Papua adalah penyediaan sekolah gratis dan tenaga pendidik yang kompeten dengan jumlah memadai. Hal ini tidak terlepas dari fenomena angka putus sekolah di Papua. Angka putus sekolah ini menunjukkan proporsi anak menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu.

Ragam tantangan tersebut harus menjadi perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat Papua. Selain memerlukan dukungan anggaran, upaya ini juga memerlukan sumber daya yang memadai.

PAGARAS berpendapat bahwa kebijakan Otsus harus benar-benar dimanfaatkan untuk memajukan dan menyejahterakan Papua. PAGARAS berharap bahwa segala rencana yang disusun untuk kemajuan Papua dapat direalisasikan, sehingga mampu sejajar dengan masyarakat Indonesia lainnya, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi.

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM PAGARAS
Papua Garis Keras

Download the Press Release Here

English Translation

Optimism Towards the Special Autonomy Policy in Papua as a Path to Successful Development in the Land of Papua
Jayapura, July 25, 2024

Papua is no longer a neglected province or a region left behind in national development. The government’s efforts to free the indigenous Papuan people from poverty, backwardness, ignorance, and injustice are ongoing. PAGARAS views Special Autonomy as a policy formulation that supports the dreams and aspirations of the Papuan people to advance, prosper, and live with dignity. PAGARAS sees the government’s determination and seriousness in revising Law No. 21 of 2001 concerning Special Autonomy for Papua and issuing Law No. 2/2021 on the Revision of the Papua Special Autonomy Law.

The state’s political commitment is strengthened through significant changes in the Special Autonomy Law. The Special Autonomy Law mandates the government to protect and respect the dignity of the indigenous Papuan people, provide affirmative action, and protect their fundamental rights in various fields, including accelerating the development of welfare and improving the quality of public services in Papua.

PAGARAS commends the government’s steps through the increase in special autonomy funds from 2 percent to 2.25 percent of the general allocation fund of the State Budget. A performance-based fiscal scheme must be implemented to improve the effectiveness of fund utilization. Special autonomy funds should be allocated to support national priorities and regional development, with the hope that their benefits can be felt concretely by the indigenous Papuan people. PAGARAS reminds us to truly complete the scheme for monitoring the use of Special Autonomy funds, reaching down to the lowest government level.

PAGARAS urges the government to prioritize special autonomy funds for education, health, and the economic empowerment of the community. At least 30 percent of special autonomy funds should be allocated for education and 20 percent for health. PAGARAS also appreciates the government’s extension of the Special Autonomy until 2041, with an additional fund from the proceeds of oil and natural gas mining.

PAGARAS also commends the government’s steps through the Papua Special Autonomy Law, which mandates the formation of a special body directly accountable to the President and Vice President. This body should be able to address issues of governance in the region, including synchronization, harmonization, and evaluation of policies. PAGARAS reminds this body to have a firm political will and not waver.

Papua’s Regional Expansion: Adjusting with Other Provinces
PAGARAS notes that regional expansion in Papua should be carried out without excessive obstacles, to accelerate the development process. The main objective of the revision of the Special Autonomy Law is to enable the indigenous Papuan people to adapt to other regions while maintaining their cultural diversity. The penetration of migrants must be regulated wisely so as not to threaten the existence and sustainability of Papuan cultural values and customs.

PAGARAS hopes that the indigenous Papuan people can prosper and be free from the shackles of backwardness. The revision of the Special Autonomy Law is expected to be a step forward for Papua, not a dead end. Hopefully, this Special Autonomy Law can open the hearts of the Papuan people who have long felt unfair and deprived of their fundamental rights.

Challenges in Implementing Special Autonomy
After running for 23 years, the implementation of special autonomy in Papua is still faced with various challenges. Key sectors such as education and health should be top priorities in efforts to improve the welfare of the Papuan people. The Special Autonomy Law provides a strong legal basis for implementing programs that will help the indigenous Papuan people achieve a better standard of living.

With the implementation of these programs, it is hoped that the Papuan people can gradually become equal to other regions in Indonesia. However, PAGARAS assesses that the special autonomy policy, which has been in place for over 20 years, still requires some improvements. One indicator of this is the Human Development Index (HDI) in Papua, which is an important parameter for measuring the level of community welfare.

In 2004, the HDI in Papua Province reached 60.9 and in West Papua Province reached 63.7. The HDI of these two provinces was below the national average HDI, which at that time reached 68.7. If calculated, the HDI in Papua lagged by 7.8 points and West Papua was 5 points below the national average HDI in 2004. Nineteen years later, the pattern remained the same.

BPS data in 2023 shows that the average national HDI has increased to 74.39. The HDI in Papua also shows an increasing trend. Papua’s HDI increased to 63.01 and West Papua’s to 67.47. Looking at the difference from 2004, the national HDI in 2023 increased by 5.69 points. Meanwhile, the increase in Papua’s HDI was 2.11 points and West Papua’s 3.77 points.

PAGARAS concludes that the quality of life in Papua has improved, although it is still below the acceleration of the national HDI increase. Considering the indicators that make up the HDI, namely a long and healthy life, knowledge, and a decent standard of living, the special autonomy policy related to program allocation needs to be strengthened in the sectors of education, health, and economic empowerment of the community.

Views of the Papuan Youth
Improvement in these sectors is a hope for increased welfare of the Papuan people. This is not unrelated to the importance of the development of health, education, and economy sectors in the eyes of the Papuan public, especially for the younger generation of Papua.

From PAGARAS’s research with several youth groups in several cities, such as Jayapura, Merauke, Sorong, Manokwari, and Timika, it shows that health issues are ranked first as the most urgent issue to be addressed in Papua, followed by education, while economic problems rank third.

PAGARAS notes that most of the young Papuan groups who were invited to discuss, assess that access to education is still relatively limited. Access and the right to receive education are seen as something that is still unequal. However, PAGARAS also sees high optimism among the Papuan people. Young Papuans stated that they feel confident in their ability to compete professionally with anyone at their level.

PAGARAS’s Conclusion
Competition in the world of work and business will be more conducive if the economic situation in Papua continues to improve and develop. Meanwhile, to realize a self-reliant Papuan society economically, it is necessary to create a sufficient condition of health and education. PAGARAS notes that these three aspects must be developed simultaneously in order to improve the welfare of the Papuan people.

PAGARAS concludes that the most pressing need related to the education sector in Papua is the provision of free schools and competent teachers with sufficient numbers. This is inseparable from the phenomenon of school drop-out rates. The dropout rate indicates the proportion of children by school age group who are no longer attending school or who have not completed a certain educational level.

These various challenges must be a concern for both the central and regional governments to improve the quality of life of the Papuan people. Besides requiring budget support, this effort also requires adequate resources. PAGARAS believes that the Special Autonomy policy should be truly utilized to advance and prosper Papua.

PAGARAS hopes that all plans designed for the advancement of Papua can be realized so that it can be on par with other Indonesian communities, especially in education, health, and economic well-being.

Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline