Mendorong Optimisme Petani Muda di Papua untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan

Merauke, 28 Oktober 2024. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa praktik pertanian di Papua telah ada sejak sekitar 7.000 tahun sebelum Masehi. Pada masa itu, seluruh wilayah Papua masih dihuni oleh para pemburu dan pengumpul, yang menjelaskan perkembangan pertanian kuno di daerah ini yang berlangsung secara mandiri.

Dalam penelusuran sejarah pertanian yang memiliki nilai ekonomi, PAGARAS menemukan bahwa tebu adalah salah satu tanaman asli Papua yang kini menjadi komoditas penting di dunia. Penelitian Brandes-Jeswiet pada tahun 1928 menunjukkan bahwa tanaman yang termasuk dalam spesies Saccharum officinarum ini telah banyak dibudidayakan di Papua, yang awalnya digunakan oleh warga lokal sebagai pakan babi untuk mempercepat pertumbuhannya.

Secara umum, terdapat dua jenis pertanian tradisional di Papua. Pertama, perladangan berpindah yang umum di daerah pegunungan, dan kedua, pertanian lahan basah yang bersifat menetap di daerah pesisir. Misalnya, pertanian di Lembah Baliem dan sekitar Danau Wissel. Perladangan berpindah biasanya diterapkan di tanah yang kurang subur, sedangkan pertanian menetap dilakukan di area yang lebih subur, sebagai adaptasi terhadap meningkatnya populasi.

Pelopor Pertanian Berkelanjutan di Tanah Papua
Di ujung timur Indonesia, semangat persatuan dan keragaman tumbuh bersama dengan ladang-ladang pertanian masyarakat. Di Merauke, Papua Selatan, pertanian bukan sekadar kegiatan menanam dan memanen, tetapi juga merawat semangat kebersamaan sebagai upaya mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Pertanian di Merauke telah menjadi bagian esensial dari kehidupan masyarakat, terutama bagi penduduk asli Papua serta para transmigran dari berbagai daerah di Indonesia. Semangat kolaborasi ini tercermin dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui perbaikan sumber daya manusia, serta menjaga tradisi gotong royong diantara para petani muda, baik lokal maupun transmigran.

Seperti di daerah lainnya di Indonesia, pertanian di Merauke didukung oleh kehadiran petani transmigran dari Pulau Jawa. Program transmigrasi yang diluncurkan oleh pemerintah pada era Orde Baru sejak awal tahun 1980-an telah mendatangkan petani dari Jawa dan sebagian kecil transmigran lokal Papua. Mereka berkomitmen untuk menjaga ketahanan pangan di kawasan timur Indonesia selama lebih dari empat dekade. Namun, seiring bertambahnya usia, banyak di antara merereka yang kini berusia di atas 60 tahun tetap berusaha mengelola lahan pertanian seluas 2-3 hektar. Meskipun sudah sepuh, mereka tetap berharap pertanian di Merauke dapat berlanjut berkat generasi muda yang siap mengambil alih.

Dinamika Petani Muda di Papua
PAGARAS melakukan wawancara dengan beberapa petani muda di Merauke dan melihat optimisme petani terhadap minat beberapa petani generasi muda. Dalam diskusi mengenai teknologi pertanian dan penggunaan benih unggul, PAGARAS melihat antusiame petani muda dalam diskusi dimaksud. Salah satunya adalah Tomas Wanggaimu, berusia 32 tahun dan berasal dari Kampung Semangga Jaya. Tomas sudah terbiasa dengan dunia pertanian sejak kecil dan merasa terpanggil untuk meneruskan usaha orangtuanya.

PAGARAS melihat ada yang beda di Tomas, yang sudah mulai berpikir lebih strategis, memanfaatkan potensi pasar untuk mendapatkan hasil maksimal dari tenaga dan usaha mereka. PAGARAS percaya bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan pertanian di Merauke.

Sama seperti Tomas, petani-petani muda yang diwawancara PAGARAS, umumnya melanjutkan mengelola lahan bertani yang diwariskan, dan merasa bertanggung jawab secara moral untuk terlibat dalam memastikan ketersediaan pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini. PAGARAS juga menghimbau untuk fokus membudidayakan berbagai jenis tanaman hortikultura. Disis lain, PAGARAS juga mendorong kelompok tani muda untuk memaksimalkan kemampuan literasi digital yang dimilikinya, agar bisa membagikan perkembangan teknologi pertanian kepada sesama petani muda.

PAGARAS menekankan pentingnya inklusi petani lokal Papua dalam setiap program pertanian, agar masyarakat setempat menjadi terampil dan terlibat. Generasi muda seperti Tomas ingin menunjukkan bahwa masyarakat asli Papua juga bisa berdaya dalam sektor pertanian, yang merupakan tradisi nenek moyang mereka.

Mendorong Optimisme di Kalangan Petani Muda
PAGARAS merujuk pada pernyataan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, yang ingin menjadikan Merauke sebagai lumbung pangan dunia, yang disampaikan saat kunjungan kerjanya pada 18-19 Agustus 2024. Menteri Amran menekankan pentingnya Merauke sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dalam dua tahun ke depan.

Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Merauke mencatat bahwa terdapat 29.125 petani yang tersebar di 20 distrik, dengan total lahan pertanian seluas 67.000 hektar, di mana 63.000 hektar ditanami padi. PAGARAS mendorong program optimalisasi lahan yang sedang berjalan di Merauke, untuk meningkatkan produktivitas dengan dukungan infrastruktur yang sedang dibangun di lahan seluas 40.000 hektar.

PAGARAS juga mengapresiasi upaya pemerintah dalam menemukan varietas padi unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim, yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas. Berkaitan dengan hal tersebut, PAGARAS meminta pemerintah untuk menyusun pelatihan tentang teknik penanaman padi yang lebih efisien, guna meningkatkan hasil panen per hektar. Lebih jauh, PAGARAS juga memuji pembangunan jalan sepanjang 135,5 km yang akan mendukung program cetak sawah, serta pelaksanaan penanaman padi yang terus berlangsung seiring pembangunan infrastruktur pertanian.

Membangkitkan Semangat di Kalangan Petani Muda Papua
PAGARAS mengamati antusiasme petani muda dalam menyambut program ketahanan pangan berkelanjutan dan meyakini bahwa optimalisasi lahan akan menarik minat mereka. PAGARAS mendorong pemerintah untuk menghadirkan inovasi yang dapat meningkatkan semangat petani muda. Dalam konteks kerjasama, PAGARAS juga meminta keterlibatan Pupuk Indonesia untuk menyediakan program pendampingan dalam pengolahan lahan agar petani muda dapat mengakses bantuan pembiayaan untuk pertanian berskala besar.

Melihat persatuan antara petani lokal dan transmigran di Merauke, PAGARAS optimis bahwa pertanian berkelanjutan di Papua, secara keseluruhan dapat tercapai melalui program yang fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

PAGARAS juga berkomitmen untuk terus memantau perkembangan proyek optimalisasi lahan melalui modernisasi pertanian. Kesimpulannya, persatuan akan membuka jalan bagi peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di sektor pertanian, yang pada akhirnya akan mendukung ketahanan pangan di Indonesia timur, terutama di Papua.

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM PAGARAS
Papua Garis Keras

Download the Press Release Here

English Translation

Encouraging Optimism Among Young Farmers in Papua to Enhance Food Security
Merauke, October 28, 2024

Archaeological evidence indicates that agricultural practices in Papua have been present since around 7,000 years before Christ. During that time, the entire Papua region was still inhabited by hunters and gatherers, which explains the independent development of ancient agriculture in this area.

In tracing the history of economically valuable agriculture, PAGARAS discovered that sugarcane is one of Papua’s native plants that has now become an important global commodity. Research by Brandes-Jeswiet in 1928 showed that plants belonging to the species Saccharum officinarum have been widely cultivated in Papua, initially used by local residents as pig feed to accelerate their growth.

Generally, there are two types of traditional agriculture in Papua. First, shifting cultivation common in mountainous areas, and second, settled wetland agriculture in coastal areas. For instance, agriculture in the Baliem Valley and around Lake Wissel. Shifting cultivation is usually practiced in less fertile land, while settled agriculture is carried out in more fertile areas, as an adaptation to increasing population.

Pioneers of Sustainable Agriculture in Papua
In the easternmost part of Indonesia, the spirit of unity and diversity grows alongside the agricultural fields of the community. In Merauke, South Papua, agriculture is not just about planting and harvesting but also nurturing the spirit of togetherness as an effort to achieve sustainable food security.

Agriculture in Merauke has become an essential part of community life, especially for the indigenous Papuans and transmigrants from various regions in Indonesia. This collaborative spirit is reflected in efforts to improve agricultural productivity through human resource development, as well as maintaining the tradition of mutual assistance among young farmers, both local and transmigrant.

As in other regions in Indonesia, agriculture in Merauke is supported by the presence of transmigrant farmers from Java. The transmigration program launched by the government during the New Order era since the early 1980s has brought farmers from Java and a small number of local Papuan transmigrants. They are committed to ensuring food security in eastern Indonesia for more than four decades. However, as they age, many of them, now in their 60s, continue to manage 2-3 hectares of agricultural land. Despite their old age, they still hope that agriculture in Merauke can continue thanks to the younger generation ready to take over.

The Dynamics of Young Farmers in Papua
PAGARAS conducted interviews with several young farmers in Merauke and observed the optimism of farmers regarding the interest of some young farmers. In discussions about agricultural technology and the use of superior seeds, PAGARAS noted the enthusiasm of young farmers during these discussions. One of them is Tomas Wanggaimu, 32 years old, from Semangga Jaya village. Tomas has been accustomed to the world of agriculture since childhood and feels called to continue his parents’ business.

PAGARAS sees something different in Tomas, who has begun to think more strategically, utilizing market potential to maximize the results of their labor and efforts. PAGARAS believes that the younger generation plays a crucial role in maintaining the sustainability of agriculture in Merauke.

Like Tomas, the young farmers interviewed by PAGARAS generally continue to manage the inherited farmland and feel a moral responsibility to ensure food availability that affects the livelihoods of many. PAGARAS also encourages a focus on cultivating various types of horticultural crops. On the other hand, PAGARAS urges young farmer groups to maximize their digital literacy skills to share agricultural technology developments with fellow young farmers.

PAGARAS emphasizes the importance of including local Papuan farmers in every agricultural program to ensure that the local community becomes skilled and involved. Young generations like Tomas want to demonstrate that indigenous Papuans can also thrive in the agricultural sector, which is part of their ancestral tradition.

Fostering Optimism Among Young Farmers
PAGARAS refers to the statement by the Minister of Agriculture, Andi Amran Sulaiman, who aims to make Merauke the world’s food barn, as stated during his work visit on August 18-19, 2024. Minister Amran emphasized the importance of Merauke as a primary source for meeting national food needs in the next two years.

Data from the Merauke Food Crops and Horticulture Office indicates that there are 29,125 farmers spread across 20 districts, with a total agricultural area of 67,000 hectares, of which 63,000 hectares are planted with rice. PAGARAS encourages the ongoing land optimization program in Merauke to enhance productivity with the support of infrastructure being developed on an area of 40,000 hectares.

PAGARAS also appreciates government efforts to find superior rice varieties that are adaptive to climate change, which is expected to improve productivity. In relation to this, PAGARAS requests the government to organize training on more efficient rice planting techniques to increase the yield per hectare. Furthermore, PAGARAS commends the construction of a 135.5 km road that will support wetland development programs and the ongoing implementation of rice planting alongside agricultural infrastructure development.

Revitalizing the Spirit Among Young Farmers in Papua
PAGARAS observes the enthusiasm of young farmers in welcoming sustainable food security programs and believes that land optimization will attract their interest. PAGARAS encourages the government to introduce innovations that can boost the spirit of young farmers. In the context of cooperation, PAGARAS also requests the involvement of Pupuk Indonesia to provide assistance programs in land management so that young farmers can access financing for large-scale agriculture.

Seeing the unity between local farmers and transmigrants in Merauke, PAGARAS is optimistic that sustainable agriculture in Papua can be achieved through programs focused on improving the quality of human resources.

PAGARAS is also committed to continuously monitoring the progress of land optimization projects through agricultural modernization. In conclusion, unity will pave the way for improving the quality and quantity of human resources in the agricultural sector, which will ultimately support food security in eastern Indonesia, especially in Papua.

Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline

Check Also

Himbauan PAGARAS Untuk Mengantisipasi Gangguan Keamanan Pada Pilkada 2024 di Tanah Papua

Jayawijaya, 28 Nopember 2024. PAGARAS mengamati berbagai analisis dari pengamat politik dan keamanan yang meramalkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *