Jayapura, 26 November 2024. Pemerataan pendidikan yang berkualitas adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Di banyak daerah terpencil, masyarakat masih mengeluhkan kurangnya akses pendidikan yang memadai. PAGARAS menyesalkan bahwa kondisi ini belum ditangani dengan cepat, yang dapat berkontribusi pada keterbelakangan Indonesia akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia. Untuk itu PAGARAS akan mendorong upaya-upaya kolabiratif untuk memperbaiki kondisi tersebut dan mengarahkan untuk dibahas inisiatif-inisiatif sebagai berikut:
Pertama, PAGARAS mengajak untuk membahas mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua yang masih di bawah 70 persen. IPM merupakan indikator penting yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat, mencakup aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan. Dalam konteks Papua, angka IPM yang rendah mencerminkan tantangan besar dalam akses dan kualitas pendidikan. DPPAD Papua menyadari bahwa pendidikan adalah pilar utama dalam meningkatkan IPM. Oleh karena itu, PAGARAS akan mengkolaborasikan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal, untuk merumuskan strategi yang efektif dalam meningkatkan IPM melalui pendidikan.
Kedua, tingkat buta huruf di Papua yang mencapai 19 persen menjadi isu yang sangat memprihatinkan. Angka ini jauh di atas angka nasional yang berada di kisaran satu persen. Tingginya angka buta huruf menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam akses pendidikan dasar. DPPAD Papua berkomitmen untuk mengurangi angka buta huruf ini dengan meningkatkan program pendidikan dasar dan memberikan pelatihan literasi bagi orang dewasa. PAGARAS akan mendorong pendekatan holistik dengan melibatkan keluarga dan masyarakat, diharapkan akan tercipta lingkungan yang mendukung literasi, sehingga angka buta huruf dapat berkurang secara signifikan.
Selanjutnya, isu ketiga yang menjadi perhatian adalah lebih dari 300 sekolah di Papua yang belum terakreditasi. Akreditasi merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Sekolah yang belum terakreditasi berpotensi menghadapi masalah dalam hal pengelolaan dan kualitas pendidikan yang diberikan. PAGARAS akan berupaya mendorong proses akreditasi dengan memberikan dukungan kepada sekolah-sekolah tersebut dalam persiapan akreditasi. Ini termasuk pelatihan bagi tenaga pendidik, penyediaan fasilitas yang memadai, serta pengawasan dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa setiap sekolah bergerak menuju standar yang diharapkan.
Terakhir, isu infrastruktur pendidikan juga menjadi perhatian utama dalam PAGARAS. Saat ini, dua persen dari 2.800 lembaga pendidikan di Papua tidak memiliki bangunan yang layak. Kondisi ini tentu sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Tanpa infrastruktur yang memadai, sulit bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang optimal. DPPAD Papua berencana untuk berkolaborasi dengan pemerintah pusat dan lembaga donor untuk mendanai pembangunan infrastruktur pendidikan. Selain itu, kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan yang sudah ada juga akan menjadi prioritas, agar setiap lembaga pendidikan memiliki lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Dalam konteks pendidikan di Papua, tingginya angka buta huruf dan rendahnya IPM menyebabkan banyak warga kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan, dan pemanfaatan teknologi.
PAGARAS menyimpulkan bahwa ketidakcukupan pendidikan di Papua dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan adalah sarana penting untuk mencapai kebebasan, dan tanpa akses yang memadai, individu tidak dapat mengoptimalkan potensinya. Upaya untuk memperluas akses pendidikan dan menurunkan angka buta huruf yang tinggi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Papua dan memastikan setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pengetahuan.
Lebih lanjut, PAGARAS menilai bahwa kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat hanya dapat diterima jika memberikan manfaat bagi kelompok yang kurang beruntung. Dengan kata lain, perbedaan dalam distribusi sumber daya, kekayaan, atau peluang harus dikelola dengan baik agar mereka yang berada di posisi lebih rendah dapat memanfaatkan kesenjangan tersebut. PAGARAS mencatat bahwa masih terdapat lebih dari 300 sekolah di Papua yang belum terakreditasi, dan sekitar dua persen dari 2.800 lembaga pendidikan tidak memiliki gedung, menunjukkan adanya ketidakmerataan dalam kualitas pendidikan yang diterima siswa. Oleh karena itu, PAGARAS akan terus mendesak pemerintah untuk lebih responsif terhadap kondisi sekolah-sekolah yang kurang beruntung, agar semua anak, terutama dari latar belakang kurang mampu, dapat menerima pendidikan yang layak dan adil.
Mengenai keadilan dan pemerataan pendidikan, PAGARAS mengutip Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap individu berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan, dan pemanfaatan teknologi. Jika pendidikan di Papua tidak mencukupi, maka hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. PAGARAS kembali menekankan bahwa lebih dari 300 sekolah yang belum terakreditasi perlu segera ditangani agar semua institusi pendidikan di Papua memenuhi standar yang diperlukan untuk memberikan kesempatan sukses yang setara bagi seluruh siswa.
PAGARAS menyimpulkan bahwa masalah pendidikan di Papua merupakan tantangan besar dalam mencapai keadilan sosial dan pendidikan di Indonesia. Dengan memfokuskan perhatian pada empat masalah tersebut, pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah penting, seperti menyediakan dana untuk pembangunan sekolah, menyelenggarakan sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan, mendistribusikan guru secara merata, serta memberikan perhatian khusus kepada anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan, baik karena faktor kesehatan maupun ekonomi.
Shalom, Tuhan Jaga
Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM PAGARAS
Papua Garis Keras
Download the Press Release Here
English Translation
Collaborative Strategies of PAGARAS in Enhancing Access to Education in Remote Areas
Jayapura, November 26, 2024
Equal access to quality education is a crucial matter that requires attention. In many remote areas, communities continue to complain about inadequate access to education. PAGARAS regrets that this situation has not been addressed promptly, which could contribute to Indonesia’s backwardness due to low-quality human resources. Therefore, PAGARAS will promote collaborative efforts to improve these conditions and direct discussions towards the following initiatives:
Firstly, PAGARAS invites discussions regarding the Human Development Index (HDI) of Papua, which remains below 70 percent. The HDI is an important indicator reflecting the level of community welfare, encompassing health, education, and income aspects. In the context of Papua, the low HDI figures represent significant challenges in access to and quality of education. The DPPAD of Papua acknowledges that education is the main pillar in improving the HDI. Thus, PAGARAS will collaborate with various stakeholders, including local governments, non-governmental organizations, and local communities, to formulate effective strategies for enhancing the HDI through education.
Secondly, the literacy rate in Papua, which stands at 19 percent, is a concerning issue. This figure is significantly higher than the national average of around one percent. The high illiteracy rate indicates a significant gap in access to basic education. The DPPAD of Papua is committed to reducing this illiteracy rate by improving basic education programs and providing literacy training for adults. PAGARAS will encourage a holistic approach by involving families and communities, fostering an environment that supports literacy, thus significantly reducing the illiteracy rate.
Next, the third issue of concern is that over 300 schools in Papua remain unaccredited. Accreditation is a vital step to ensure that educational institutions meet established quality standards. Schools that are not accredited may face management and quality issues. PAGARAS will strive to promote the accreditation process by providing support to these schools in their accreditation preparations. This includes training for educators, provision of adequate facilities, and regular supervision and evaluation to ensure that each school moves towards the expected standards.
Lastly, the issue of educational infrastructure is also a primary focus for PAGARAS. Currently, two percent of the 2,800 educational institutions in Papua lack adequate buildings. This condition greatly impacts the learning process. Without proper infrastructure, it is challenging for students to gain an optimal learning experience. The DPPAD of Papua plans to collaborate with the central government and donor agencies to fund the development of educational infrastructure. Additionally, rehabilitation and maintenance of existing buildings will also be prioritized, ensuring that every educational institution has a safe and comfortable learning environment.
In the context of education in Papua, the high illiteracy rate and low HDI cause many citizens to lose their right to quality education. This contradicts Article 28C paragraph (1) of the 1945 Constitution, which states that everyone has the right to develop themselves through the fulfillment of basic needs, education, and the utilization of technology.
PAGARAS concludes that the inadequacy of education in Papua can be seen as a violation of the community’s right to receive proper education. Education is a crucial means for achieving freedom, and without adequate access, individuals cannot optimize their potential. Efforts to expand access to education and reduce the high illiteracy rate are essential to meet the needs of the Papuan community and ensure that every individual has equal opportunities to gain knowledge.
Furthermore, PAGARAS assesses that social and economic disparities within society can only be justified if they benefit the disadvantaged groups. In other words, differences in the distribution of resources, wealth, or opportunities must be managed effectively so that those in lower positions can take advantage of the disparities.
PAGARAS notes that there are still over 300 schools in Papua that are unaccredited, and about two percent of the 2,800 educational institutions lack buildings, highlighting the disparity in the quality of education received by students. Therefore, PAGARAS will continue to urge the government to be more responsive to the conditions of underprivileged schools, ensuring that all children, especially those from low-income backgrounds, receive fair and decent education.
Regarding educational equity and accessibility, PAGARAS cites Article 28C paragraph (1) of the 1945 Constitution, stating that every individual has the right to develop themselves through the fulfillment of basic needs, education, and the utilization of technology. If education in Papua is insufficient, it can be considered a violation of the community’s right to quality education. PAGARAS emphasizes again that the more than 300 unaccredited schools must be addressed urgently so that all educational institutions in Papua meet the necessary standards to provide equal opportunities for success for all students.
PAGARAS concludes that the educational challenges in Papua represent significant obstacles to achieving social justice and education in Indonesia. By focusing on these four issues, the government can take prompt and essential measures, such as providing funding for school construction, conducting outreach about the importance of education, distributing teachers evenly, and giving special attention to children experiencing developmental delays due to health or economic factors.
Shalom, Godbless!
Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline