Catatan Pagaras Untuk Pelaku Pemberitaan dan Penyedia Informasi Serta Pemerintah Indonesia Dalam Melakukan Media Framing Tentang Tanah Papua

Pagaras menyoroti prilaku media yang gencar memberitkan tentang eksploitasi kekayaan alam yang disertai minimnya pembangunan dan infrastruktur penunjang, serta buruknya pelayanan kesehatan hingga tingginya angka kemiskinan merupakan runtutan panjang dari polemik Papua, yang menyebabkan rakyat Papua menuntut kemerdekaan, karena selama ini hidup dalam ekploitasi dan penindasan. Diskursus yang hidup berkembang adalah eksploitasi alam tanpa mempertimbangkan asas keadilan, kekayaan alam diambil dengan “moda” rampas dan tanpa adanya perundingan tentang upaya memperbaiki kesejahteraan. Pemerintah dan Rakyat. Dua pihak yang berhadapan. Tidak heran Tanah Papua jauh dari kata damai dan aman, dua kondisi yang sangat menentukan dalam membangun Tanah Papua dan memajukan Orang Asli Papua.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Otonomi Khusus untuk meredam keinginan dan tuntutan masyarakat Papua untuk merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia. Pagaras sependapat dengan pemberitaan implementasi dana otsus dan penyerapan anggarannya belum efektif serta tepat sasaran. Dana Otsus yang sudah terlaksana 21 tahun di Papua dan Papua Barat masih meninggalkan banyak persoalan.

Untuk itu, kami masyarakat akar rumput memberi catatan kepada media atau pihak manapun yang mensirkulasi informasi untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Pemberitaan mengenai Papua kerap diberitakan sebagai daerah konflik, kemiskinan, buruknya kesehatan, ketertinggalan dalam bidang pendidikan, ketertinggalan infrastruktur, dan ketertinggalan dalam bidang lainnya. Hal itu tidak sepenuhnya menunjukkan realitas yang sebenarnya, Pagaras menyayangkan media tidak memberikan porsi berimbang terkait pemberitaan pembangunan infrastruktur, pemberian beasiswa afirmasi dana otsus, penambahan jumlah rekruitmen tenaga pengajar dan kesehatan, belum lagi penambahan jumlah bintara remaja otsus.

Kedua, Pagaras mengingatkan konsekswensi bahwa media tidak sebatas menghadirkan peristiwa, tapi juga membentuk peristiwa. Ini sangat berpengaruh dengan stabilitas keamanan yang sangat mudah terganggu akibat peredaran berita. Pagaras menghimbau media mengedepankan kualitas pekerja media, budaya, integritas, keadilan, kejujuran, kepekaan sosial dan keamanan, agar tidak mudah “dibajak” oleh suatu organisasi, ataupun kepentingan ideologis dari kelompok kepentingan yang berafiliasi pada pihak-pihak yang berpotensi mengganggu keamanan, kehormatan, kedamaian, kesejahteraan dan budaya Tanah Papua.

Ketiga, Angka kemiskinan yang masih tinggi, ditengah-tengah berlimpahnya dana otsus, media malah mengkonstruski realitas seolah belum ada bukti tentang keberhasilan penggunaan dana Otsus, baik dari segi infrastruktur maupun pengembangan sumber daya manusia. Meskipun infrastruktur menjadi salah satu segi yang dinilai signifikan perkembangannya, media malah memberitakan pembangunan yang belum sampai hingga ke pelosok-pelosok desa. Realitas media tidak sepenuhnya relevan dengan realitas sebenarnya. Pagaras mengingatkan denga keras agar media jangan bermain dan berpihak untuk kepentingan ekonomi dan politik, hegemoni media dan pengaruh strukturasi dalam sebuah institusi media, dimana masyarakat Papua yang akan menerima konsekswensi pahit dari permainan media.

Keempat, Pagaras menegaskan bahwa Orang Papua tidak butuh instrumen yang mengartikulasi perlawanan kepada pemerintah terkait dana otsus. Pagaras mengharapkan peran media agar mengkonstruksi realitas akan adanya permasalahan dalam pemanfaatan dana otsus, untuk memberikan informasi kepada berbagai pihak untuk mengevaluasi dan meningkatkan instrument pengawasan pusat dengan mem-framing narasi yang bersifat argumentative yang didukung oleh data-data serta rekomendasi.

Kelima, Pagaras juga meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk membingkai berita mengenai otsus dari sudut pandang pemanfaatan dan penyerapan serta melihat bahwa memang ada masalah dengan implementasi dana otsus sehingga perlu kerjasama semua pihak dalam mengevaluasi, mengawasi dan memaksimalkan dana otsus sehingga sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat di Tanah Papua.

Jayapura, 28 Maret 2022

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi

Ketua LSM PAGARAS

Papua Garis Keras

ENGLISH TRANSLATION

PRESS RELEASE

Pagaras Notes for Reporting Actors and Information Providers and the Government of Indonesia in Conducting Media Framing About the Land of Papua

Pagaras highlighted the behaviour of the media, which is aggressively reporting on the exploitation of natural resources accompanied by the lack of development and supporting infrastructure, as well as poor health services and high poverty rates, which are a long series of polemics in Papua, which have caused the Papuan people to demand independence because so far they have lived under exploitation and oppression. The discourse that thrives is exploiting nature without considering the principle of justice. Natural wealth is taken with the “mode” of expropriation and without any negotiations on efforts to improve welfare. Government and People. Two sides are facing each other. No wonder the Land of Papua is far from peaceful and safe. Two very decisive conditions in developing the Land of Papua and advancing the Indigenous Papuans.

The Indonesian government issued the Special Autonomy Law to suppress the wishes and demands of the Papuan people for independence and separate themselves from Indonesia. Pagaras agrees with the news that the implementation of the Special Autonomy funds and the absorption of the budget have not been effective and on target. The Special Autonomy Fund, implemented for 21 years in Papua and West Papua, still leaves many problems.

For this reason, we grassroots communities note to the media or any party that circulates information to pay attention to the following matters:

First, news about Papua is often reported as an area of ​​conflict, poverty, poor health, backwardness in education, underdevelopment of infrastructure, and backwardness in other fields. This does not fully reflect the actual reality. Pagaras regrets that the media does not provide a balanced portion of the news regarding infrastructure development, the provision of affirmative special autonomy scholarships, the increase in the number of recruitments of teaching and health personnel, not to mention the addition of the number of particular autonomy youth non-commissioned officers.

Second, the media is not limited to presenting events but also shaping events. This is closely related to security stability which is very easily disturbed due to the circulation of news. Pagaras urges the media to prioritize the quality of media workers, culture, social sensitivity and security so that they are not easily “hijacked” by an organization or the ideological interests of interest groups affiliated with parties that have the potential to disrupt the security, honour, peace, welfare and culture of the land. Papuans.

Third, the poverty rate is still high; amid the abundance of Special Autonomy funds, the media even construct reality as if there is no evidence of the successful use of Special Autonomy funds, both in terms of infrastructure and human resource development. Even though infrastructure is one aspect that is considered significant in its development, the media even report on results that have not yet reached remote villages. Media reality is not entirely relevant to actual fact. Pagaras strongly reminded the media not to play and take sides for economic and political interests, media hegemony and the influence of structuration in a media institution.

Fourth, Pagaras emphasized that Papuans do not need an instrument that articulates resistance to the government regarding the special autonomy fund. Pagaras expects the role of the media to construct the reality of problems in the use of special autonomy funds, to provide information to various parties to evaluate and improve central supervision instruments by framing argumentative narratives supported by data and recommendations.

Fifth, Pagaras also asked the Indonesian government to frame the news regarding special autonomy from the point of view of utilization and absorption and to see that there are indeed problems with the implementation of the special autonomy funds so that it requires cooperation from all parties in evaluating, monitoring and maximizing the special autonomy funds so that they are under the needs and desires of the people in the area. Papua Land.

Jayapura, March 28, 2022

Shalom, God Speed

Herdy Ezra Wayoi

Head of PAGARAS NGO

Papuan Hardline

Check Also

Himbauan PAGARAS Untuk Mengantisipasi Gangguan Keamanan Pada Pilkada 2024 di Tanah Papua

Jayawijaya, 28 Nopember 2024. PAGARAS mengamati berbagai analisis dari pengamat politik dan keamanan yang meramalkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *