Catatan Pemberdayaan Majelis Rakyat Papua (MRP) Dalam Menjaga Kepentingan dan Melindungi Hak-Hak Dasar Orang Asli Papua (OAP)

Integrasi Irian Barat sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1963, menurut Pagaras masih belum menghasilkan kesejahteraan, kemakmuran dan pengakuan terhadap hak-hak dasar Orang Asli Papua. Kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, masih jauh dari harapan, meski hasil dari percepatan pembangunan dalam kerangka UU Otsus pantas mendapatkan apresiasi.

Kebijakan pemerintah pusat terkait pemekaran provinsi yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan justru mendapat reaksi keras dari masyarakat di Papua. Pagaras paham bahwa upaya pemekaran provinsi sebenarnya untuk memperkecil kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik di Papua dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Pagaras mengingatkan bahwa kesenjangan tersebut merupakan ancaman terhadap integrasi Nasional.

Pagaras paham akan kedudukan OAP dalam UU Otsus dan melalui pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP adalah representasi kultural OAP yang memiliki kewenangan tertentu untuk memberikan perlindungan hak-hak dasar dengan mengacu pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. Kewenangan ini diatur PP Nomor 54 Tahun 2004.

Bicara pemberdayaan MRP, Pagaras menyimpulkan elemen kunci dalam pemberdayaan yaitu: akses informasi, partisipasi, akuntabilitas, dan kemampuan organisasi lokal. Untuk itu terkait menyusun perencanaan pembangunan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, MRP harus mengenali masalah mendasar yang menyebabkan terjadinya kesenjangan. MRP diharapkan mampu mengidentifikasi dan merekomendasikan alternatif untuk memecahkan masalah.

Dapat disimpulkan bahwa peranan Majelis Rakyat Papua sesuai dengan amanat UU Otsus adalah menjaga kepentingan dan hak-hak dasar orang asli Papua dalam bentuk pemberdayaan masyarakat lokal. Untuk itu Pagaras mengeluarkan catatan untuk diperhatikan dan dipedomani oleh MRP atas point-point dibawah ini:

Pertama, Pagaras meminta kepada MRP untuk tidak sekedar memberikan persetujuan Gubernur/Wakil Gubernur yang diusulkan DPRP, namun juga memastikan kompetensi akademis, pengalaman dan kemampuan serta memiliki rekam jejak yang bersih dari segala tindak pidana/perdata.

Kedua, Pagaras meminta MRP agar aktif bersama-sama DPRP dalam merancang dan memberikan masukan terhadap perdasus yang diajukan dengan menambah pemikiran bahwa perdasus dimaksud akan mampu memperkecil perbedaan sudut pandang politik agar mengarah kepada terciptanya kondisi kondusif antara masyarakat adat dan pemerintah.

Ketiga, Pagaras meminta MRP untuk dapat memberikan masukan dan pertimbangan terkait pihak ketiga yang akan berada dan berusaha di atas tanah Papua sekalipun mengatasnamakan pembangunan dan memastikan bahwa masyarakat adat dipastikan akan menerima manfaat melalui keikutsertaan dalam kegiatan dimaksud tanpa merusak lingkungan adat serta lingkungan hidup. MRP harus memastikan bahwa Pemberdayaan ekonomi kerakyatan menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi di Tanah Papua.

Keempat, Pagaras meminta MRP untuk menjadi jembatan aspirasi terkait dengan perlindungan hak-hak asli orang Papua, bukan hanya sekedar perpanjangan tangan pemerintah dalam menyampaikan bantuan dan kompensasi, namun secara aktif dan independen ikut berperan mengawasi pengeluaran ketentuan/kebijakan yang berhubungan langsung dengan penduduk asli dan melindungi hak-hak dasar OAP.

Kelima, Pagaras meminta MRP secara aktif ikut mendorong pemberdayaan masyarakat adat, perempuan dan elemen pemuda dalam pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan nilai-nilai/hukum adat dianut. MRP harus selalu terlibat dalam proses penyelesaian persoalan tanah adat dan memastikan mitra kerja (pemerintah) memberikan pengakuan dan jaminan hukum.

Keenam, MRP harus lebih banyak mendorong dan melibatkan perempuan Papua dalam proses pembangunan untuk membuka peluang agar perempuan-perempuan Papua tidak lagi menjadi korban kekerasan rumah tangga, kultural dan pelecehan yang sering dilakukan oleh oknum tertentu.

Pemerintah seharusnya dapat dengan cermat melihat keberadaan MRP dan berbagai kerjasama terkait pemberdayaan OAP dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan politik. Pemberdayaan harus mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Papua dengan tetap menjunjung tinggi rasa keadilan, pemerataan, perlindungan masyarakat adat, perempuan, dan agama serta pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Jayapura, 30 April 2022

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi

Ketua LSM PAGARAS

Papua Garis Keras

English Version

PRESS RELEASE

Notes on Empowerment of the Papuan People’s Council (MRP)

Protecting the Interests and Protecting the Basic Rights of Indigenous Papuans (OAP)

Jayapura, April 30, 2022

The integration of Irian Barat as part of the NKRI since 1963, according to Pagaras, has not yet resulted in prosperity, prosperity and recognition of the fundamental rights of the Indigenous Papuans. The community’s welfare, especially in economy, politics, health, education and culture, is still far from expectations. However, the results of accelerated development within the framework of the Special Autonomy Law deserve appreciation.

The central government’s policy regarding the division of provinces which aims to accelerate development has received a strong reaction from the people in Papua. Pagaras understands that the effort to expand the province reduces social, economic, and political disparities in Papua with other regions in Indonesia. Pagaras reminded us that the gap is a threat to national integration.

Pagaras understands the position of OAP in the Special Autonomy Law and through the establishment of the Papuan People’s Council (MRP). MRP is the cultural representation of OAP, which has specific authority to protect fundamental rights by referring to respect for customs and culture, empowering women, and strengthening religious harmony. This authority is regulated by PP Number 54 of 2004.

Talking about MRP empowerment, Pagaras concludes that the critical elements in the assignment are: access to information, participation, accountability, and the ability of local organizations. For this reason, related to preparing development plans oriented towards community empowerment, MRP must identify the fundamental problems that cause gaps. MRP is expected to be able to identify and recommend alternatives to solve problems.

It can be concluded that the role of the Papuan People’s Assembly, per the mandate of the Special Autonomy Law, is to protect the interests and fundamental rights of indigenous Papuans in the form of empowering local communities. For this reason, Pagaras issued a note to be considered and guided by the MRP on the following points:

First, Pagaras asked the MRP to give approval to the Governor/Vice Governor proposed by the DPRP and ensure academic competence, experience, and capability and have a clean track record of all criminal/civil acts.

Second, Pagaras asked the MRP to be active with the DPRP in designing and providing input to the proposed perdasus by adding the thought that the perdasus in question would minimize differences in political viewpoints to lead to the creation of conducive conditions between indigenous peoples and the government.

Third, Pagaras asked the MRP to be able to provide input and considerations regarding third parties who will be and work on Papuan land even in the name of development and ensure that indigenous peoples will undoubtedly receive benefits through participating in these activities without damaging the tradition and the environment. The MRP must ensure that people’s economic empowerment is a priority in economic development in Papua.

Fourth, Pagaras asked the MRP to be a bridge for aspirations related to the protection of the indigenous rights of Papuans, not just an extension of the government in providing assistance and compensation, but actively and independently taking part in overseeing the issuance of provisions/policies that relate directly to indigenous peoples and protect the fundamental rights of OAP.

Fifth, Pagaras asked MRP to actively encourage the empowerment of indigenous peoples, women and youth elements in natural resource management by following the values/customary laws adopted. The MRP must always be involved in resolving everyday land issues and ensuring that the working partner (government) provides legal recognition and guarantees.

Sixth, the MRP must encourage and involve Papuan women more in the development process to open up opportunities so that Papuan women are no longer victims of domestic, cultural and harassment violence often perpetrated by specific individuals.

The government should be able to carefully look at the existence of the MRP and various collaborations related to empowering OAP in economic, social, cultural and political development. Empowerment must provide the maximum benefit for the welfare of the Papuan people while still upholding a sense of justice, equity, protection of indigenous peoples, women and religion, environmental conservation and sustainable development.

Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi

Head of PAGARAS NGO

Papuan Hardline

Check Also

Himbauan PAGARAS Untuk Mengantisipasi Gangguan Keamanan Pada Pilkada 2024 di Tanah Papua

Jayawijaya, 28 Nopember 2024. PAGARAS mengamati berbagai analisis dari pengamat politik dan keamanan yang meramalkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *