Membangun Papua Melalui Toleransi Beragama

Filosofi masyarakat Papua yang telah tertanam kuat dalam kehidupan sehari-hari mereka adalah filosofi “satu tungku tiga batu”. Konsep ini merupakan simbol dari toleransi yang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Papua. Hal ini mencerminkan pentingnya toleransi sebagai dasar bagi kerukunan antar pemeluk agama.

Konsep tungku tiga batu adalah representasi dari harmoni dalam kehidupan masyarakat Papua yang multikultural, di mana terdapat perbedaan agama dan etnis. Kerukunan dan persatuan dalam konsep ini tercermin melalui tiga elemen utama dalam kehidupan berkomunitas, yaitu agama, adat istiadat, dan pemerintahan. Ketiga elemen ini harus disatukan dalam pandangan bersama agar tercipta kehidupan yang harmonis di antara pemeluk agama.

Pagaras melihat pentingnya moderasi dalam beragama juga ditekankan melalui konsep ini. Moderasi dalam beragama telah menjadi contoh yang diwarisi dari para leluhur kita dan masih relevan hingga saat ini. Di tengah isu keragaman yang sedang dihadapi Indonesia saat ini, di mana sikap ekstremisme dalam beragama semakin marak terutama di media sosial dan jalanan, moderasi beragama menjadi kunci untuk menjaga kerukunan dan harmoni antar masyarakat.

Indonesia juga dihadapkan dengan tantangan dari kelompok-kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, eksplosif, dan intoleran dengan dalih agama. Oleh karena itu, Pagaras menggaris-bawahi bahwa moderasi beragama menjadi proses yang sangat penting dalam menciptakan toleransi dan harmoni di tengah keragaman yang ada, sehingga dapat meningkatkan produktivitas masyarakat secara keseluruhan.

Dengan mengambil inspirasi dari filosofi “satu tungku tiga batu” yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Papua, kita dapat belajar tentang pentingnya toleransi, kerukunan, dan moderasi dalam menjaga harmoni di tengah perbedaan. Semoga konsep ini dapat menjadi pedoman bagi kita semua dalam membangun masyarakat yang inklusif, damai, dan sejahtera.

Tanah Papua menjadi saksi bagaimana pluralisme kini menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas. Beberapa kelompok yang terlalu fanatik dan ekstrem terhadap keyakinan agama mereka, terus menyebarkan isu yang dapat mengganggu kerukunan antar agama dan perdamaian di Tanah Papua. Saat ini, ada kelompok-kelompok yang mencoba memanfaatkan nama agama untuk menindas dan merampok hak-hak sesama manusia di Tanah Papua.

Pagaras mengingatkan untuk selalu waspada terhadap upaya-upaya yang dapat mengganggu toleransi. Mengganggu toleransi adalah jalan pintas untuk menghentikan perdamaian di Tanah Papua. Kita harus berjuang bersama untuk mencegah hal ini terjadi. Kita harus memahami bahwa keberagaman adalah kekayaan bagi kita semua, bukan sebagai alasan untuk saling bermusuhan. Kita harus mampu menjaga kerukunan antar umat beragama dan memastikan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama tanpa diskriminasi apapun. Kita harus menghargai perbedaan dan belajar untuk hidup berdampingan dengan damai.

Pagaras menyerukan untuk bersatu untuk melawan segala bentuk intoleransi dan ekstremisme. Kita harus bersama-sama membangun sebuah masyarakat yang inklusif dan damai, di mana setiap individu diperlakukan dengan adil dan hormat. Mari bersama-sama menjaga keharmonisan di Tanah Papua dan memastikan bahwa pluralisme tetap menjadi kekuatan, bukan kelemahan. Bersama, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Dalam hal inilah, Pagaras mengingatkan seluruh elemen masyarakat yang ada di Tanah Papua dan juga Pemerintah Indonesia akan hal-hal berikut dibawah ini:

Pertama, Pentingnya peran tokoh agama dalam menyebarkan pemahaman bahwa agama seharusnya membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi umatnya tidak bisa diremehkan. Mereka harus memastikan bahwa isu agama tidak disalahgunakan untuk memicu kerusuhan, terutama setelah munculnya isu-isu ketidakadilan, kesetaraan, dan tuntutan kemerdekaan di Papua.

Tokoh agama perlu peka terhadap ancaman yang dapat timbul dari penyalahgunaan isu agama ini. Mereka harus bisa menjadi mediator yang bijak dalam menangani konflik serta memperjuangkan perdamaian dan keadilan bagi semua pihak terkait. Dengan demikian, peran tokoh agama bukan hanya sebagai pemimpin rohani, tetapi juga sebagai pembawa perdamaian dan kesatuan di tengah-tengah masyarakat. Dengan kesadaran akan tanggung jawab mereka, diharapkan bahwa isu agama tidak lagi menjadi pemicu konflik, melainkan menjadi sumber inspirasi untuk menciptakan harmoni dan kebahagiaan bersama.

Kedua, Salah satu cara penting untuk memperbaiki toleransi dan “meredakan” konflik antar agama adalah dengan meningkatkan interaksi, respons, dan komunikasi antara individu dengan latar belakang yang berbeda. Ini termasuk memahami perbedaan dalam segala aspek kehidupan, termasuk agama, sehingga kita bisa saling menghargai dan memahami alasan di balik perbedaan tersebut.

Semakin banyak kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda, semakin luas wawasan kita akan perbedaan dan semakin mudah bagi kita untuk membangun toleransi. Jadi, mari kita terus meningkatkan kualitas interaksi dan komunikasi kita untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan toleran.

Ketiga, Pemerintah perlu meningkatkan peran FKUB sebagai jembatan menuju harmonisasi antar umat beragama. FKUB harus dijadikan sebagai wadah untuk menyatukan pemikiran dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama guna mengurangi konflik di masyarakat. Selain itu, Pemerintah juga harus mendorong lembaga pendidikan untuk menciptakan contoh kerukunan antar umat beragama di Papua sebagai landasan bagi kerukunan di Tanah Papua. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis bagi semua umat beragama di Indonesia.

Keempat, Pagaras mengacu pada PBM No. 9 dan 8 dari Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, yang salah satunya membahas tentang pemberdayaan FKUB. Menurut peraturan tersebut, FKUB adalah wadah yang didirikan oleh masyarakat dan didukung oleh pemerintah untuk tujuan membangun, merawat, dan memberdayakan umat beragama demi terciptanya kerukunan dan kesejahteraan bersama. Jadi, FKUB memiliki peran penting dalam memastikan hubungan antar umat beragama tetap harmonis dan saling mendukung. Dengan adanya FKUB, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang damai dan sejahtera bagi semua umat beragama di Indonesia.

Kelima, Toleransi adalah pondasi perdamaian, peradaban adalah struktur utamanya di Indonesia. Pagaras mengajak semua warga Papua untuk menjaga toleransi di mana pun berada. Mari terus memupuk toleransi dan meningkatkan peradaban, karena itu adalah bagian dari identitas setiap orang Papua.

Jayapura, 15 April 2024
Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM
Papua Garis Keras

Download the Press Release Here

English Version

Developing Papua Through Religious Tolerance

The Papuan people have a unique philosophy known as “one stove, three stones” that is deeply rooted in their daily lives. This concept symbolises tolerance and has become an integral part of their culture. It highlights the importance of tolerance as the foundation for harmony among religious believers.

The three-stone stove represents harmony in the diverse and multicultural society of Papua, where different religions and ethnicities coexist. Harmony and unity are key elements in this concept, which are reflected through religion, customs, and government. These three elements must work together to create a harmonious life for everyone in the community.

The concept also emphasizes the importance of moderation in religion. This value, passed down from ancestors, remains relevant today. In a time when Indonesia is facing challenges with religious extremism, particularly on social media and in public spaces, religious moderation is crucial for maintaining peace and unity among communities.

In a world where diversity is celebrated but also brings about conflicts, the Papuan people’s philosophy serves as a reminder of the power of tolerance and harmony. By embracing these values and promoting religious moderation, we can work towards a more peaceful and inclusive society for all.

In Indonesia, there are challenges posed by social groups who act in an exclusive, explosive, and intolerant manner under the guise of religion. Pagaras emphasized the importance of religious moderation in fostering tolerance and harmony amidst diversity, ultimately enhancing societal productivity.

Drawing inspiration from the “one stove, three stones” philosophy ingrained in Papuan culture, we can glean the significance of tolerance, harmony, and moderation in maintaining peace amid differences. This concept serves as a guiding principle for constructing an inclusive, peaceful, and prosperous society. Papua exemplifies the struggle of upholding pluralism as a means of preserving stability, with radical factions propagating issues that threaten inter-religious unity and peace in the region. The tone of this message is relaxed and informal, with a maximum length of 800 words.

Currently, there are certain groups in Papua using religion as a tool to oppress and deny the rights of others. Pagaras warns us to stay vigilant against any attempts to disrupt tolerance, as this can lead to a breakdown of peace in the region. We must come together to prevent this from happening.

We must remember that diversity is a strength, not a reason to be hostile towards one another. It is important to maintain harmony between different religious communities and ensure that everyone is treated equally, without discrimination. Respecting differences and learning to live peacefully alongside each other is key.

Pagaras calls for unity in the fight against intolerance and extremism. Together, we must strive to create an inclusive and peaceful society where fairness and respect are extended to all individuals. Let’s work together to preserve harmony in Papua and uphold pluralism as a source of strength, not division. It is essential for all members of society in Papua, as well as the Indonesian Government, to heed Pagaras’ message. Pagaras would like to call the concerned parties to recognize these points as follows:

First, the importance of the role of religious figures in spreading the understanding that religion should bring peace and happiness to its people cannot be underestimated. They must ensure that religious issues are not misused to trigger riots, especially after the emergence of issues of injustice, equality and demands for independence in Papua.

Religious leaders need to be sensitive to the threats that can arise from the misuse of religious issues. They must be able to be wise mediators in handling conflicts and fighting for peace and justice for all parties concerned. Thus, the role of religious figures is not only as spiritual leaders, but also as bringers of peace and unity in society. With awareness of their responsibilities, it is hoped that religious issues will no longer be a trigger for conflict, but will instead become a source of inspiration to create harmony and happiness together.

Second, one important way to improve tolerance and “defuse” conflict between religions is to increase interaction, response and communication between individuals with different backgrounds. This includes understanding differences in all aspects of life, including religion, so that we can respect each other and understand the reasons behind these differences.

The more we interact and communicate with different people, the wider our insight into differences and the easier it is for us to build tolerance. So, let’s continue to improve the quality of our interactions and communications to create a more harmonious and tolerant society.

Third, the Government needs to increase the role of FKUB as a bridge towards harmonization between religious communities. FKUB must be used as a forum for uniting ideas in creating harmony between religious communities in order to reduce conflict in society. Apart from that, the Government must also encourage educational institutions to create examples of inter-religious harmony in Papua as a foundation for harmony in the Land of Papua. In this way, we can create a peaceful and harmonious environment for all religious communities in Indonesia.

Fourth, Pagaras refers to PBM No. 9 and 8 from the Minister of Religion and the Minister of Home Affairs, one of which discusses the empowerment of FKUB. According to these regulations, FKUB is a forum established by the community and supported by the government to develop, care for and empowering religious communities to create harmony and shared prosperity. So, FKUB has an important role in ensuring that relations between religious communities remain harmonious and mutually supportive. With the existence of FKUB, it is hoped that a peaceful and prosperous environment can be created for all religious communities in Indonesia.

Fifth, tolerance is the foundation of peace, civilization is the main structure in Indonesia. Pagaras invited all Papuans to maintain tolerance wherever they are. Let’s continue to foster tolerance and improve civilization because that is part of the identity of every Papuan person.

Jayapura, April 15, 2024
Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline

Check Also

Himbauan PAGARAS Untuk Mengantisipasi Gangguan Keamanan Pada Pilkada 2024 di Tanah Papua

Jayawijaya, 28 Nopember 2024. PAGARAS mengamati berbagai analisis dari pengamat politik dan keamanan yang meramalkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *