Terorisme di Papua, Dampak dan Kesimpulan Pagaras

Jayapura, 17 Mei 2024
Konflik di wilayah Papua, terutama aksi terorisme yang dilakukan oleh Kelompok Separatis Teroris Papua (KSTP) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM), telah menjadi perhatian utama baik di tingkat nasional maupun internasional. Meskipun OPM mengklaim bahwa tindakan mereka adalah sebagai respons terhadap pelanggaran HAM dan penindasan terhadap Orang Asli Papua (OAP) oleh pemerintah Indonesia, mayoritas OAP sebenarnya ingin Papua tetap menjadi bagian dari NKR

Pagaras menyoroti bahwa dukungan terbatas dari masyarakat Papua menunjukkan bahwa OPM tidak mewakili seluruh kepentingan masyarakat Papua. Terorisme di Papua dilakukan oleh kelompok separatis yang ingin memisahkan Papua dari Republik Indonesia untuk membentuk negara independen. Konflik di Papua melibatkan penggunaan kekerasan oleh kelompok dengan agenda politik tertentu, seperti propaganda, demonstrasi massa, referendum, dan isu pelanggaran HAM.

Aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan oleh OPM telah berdampak ekstrim terhadap keamanan, politik, dan sosial masyarakat Papua. Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan strategi multifaset dalam menanggulangi terorisme ini, namun tantangan yang dihadapi masih besar.

Pagaras menilai bahwa pembentukan Satuan Tugas dari Mabes TNI merupakan langkah efektif dalam menahan aksi OPM. Namun, penanganan terorisme di Papua memerlukan pendekatan komprehensif dan kolaboratif untuk mencapai solusi damai dan berkelanjutan. Kesimpulannya, terorisme di Papua merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan NKRI yang memerlukan penanganan serius, termasuk peningkatan status ancaman OPM menjadi Darurat Militer dan penerapan Operasi Militer Perang (OMP).

Dampak Konflik Berkepanjangan di Papua
Wilayah Papua merupakan daerah yang terus menerus dilanda konflik oleh kelompok-kelompok dengan tujuan tertentu. Nomenklatur kelompok-kelompok ini pun terus berubah dari masa ke masa, menunjukkan kompleksitas situasi di sana. Serangan dan ancaman yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah menyebabkan ketakutan dan keterbatasan bagi masyarakat Papua, baik dalam hal akses maupun mobilitas. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat yang membutuhkan layanan dasar.

Pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua melalui berbagai program seperti Otonomi Khusus (Otsus), program pengentasan kelaparan, dan pembangunan infrastruktur. Namun, serangan terus-menerus dari kelompok separatis menghambat perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut. Infrastruktur vital seperti jembatan, jalan, dan fasilitas publik sering menjadi target, menyulitkan akses masyarakat ke layanan penting seperti pendidikan dan kesehatan.

Pengakuan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto terhadap OPM melalui surat telegram pada April 2024 menegaskan kembali kompleksitas situasi di Papua. Masyarakat sipil sering kali menjadi korban dalam konflik ini, menghambat perkembangan wilayah dan mengancam stabilitas sosial. Diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengatasi konflik ini dan menciptakan lingkungan yang aman dan sejahtera bagi seluruh masyarakat Papua.

Strategi Pendekatan Melalui Peningkatan Kualitas Hidup di Papua
Konflik di Papua, terutama aksi yang dilakukan oleh OPM, dapat dianggap sebagai tindakan terorisme berdasarkan karakteristik dan dampak yang dihasilkannya. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan upaya serius dalam penanganan konflik ini, namun masih belum mencapai hasil yang diharapkan dalam menurunkan tingkat aktivitas terorisme di wilayah tersebut.

Aktivitas OPM yang semakin massif dari tahun ke tahun telah mengakibatkan korban jiwa dari aparat negara (TNI & Polri) serta masyarakat sipil. Hal ini membutuhkan perhatian seluruh masyarakat Indonesia, agar konflik ini tidak meningkat dan meruntuhkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah telah memprioritaskan dialog dan negosiasi untuk mencari solusi damai, namun OPM terus menolak dan melakukan penyerangan terhadap aparat negara serta tindakan kejam terhadap masyarakat sipil dan orang asli Papua.

Pagaras harus mengapresiasi berbagai pendekatan pemerintah melalui cara-cara damai dan upaya peningkatan taraf hidup di Papua. Meningkatkan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang kerja dapat menyediakan alternatif konstruktif bagi orang Papua. Memberdayakan masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam penyelesaian konflik juga penting.

Melalui partisipasi aktif dalam proses demokrasi, kaum muda, wanita, dan kelompok masyarakat lainnya dapat membentuk masa depan yang lebih baik untuk Papua. Semua pihak harus bekerja sama untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Papua demi kepentingan seluruh masyarakat.

Kesimpulan Pagaras
Korban jiwa yang jatuh tidak hanya berasal dari aparat negara (TNI & Polri) yang terlibat dalam kontak senjata langsung dengan OPM, tetapi juga melibatkan masyarakat sipil, baik orang asli Papua (OAP) maupun pendatang, yang menjadi korban kekejaman OPM. Eskalasi kekerasan dan tingkat kecanggihan operasi yang dilakukan oleh OPM menunjukkan pergeseran strategi dalam mencapai tujuan separatisme mereka. Sejarah konflik di Papua mencerminkan evolusi kelompok separatis OPM yang semakin meningkatkan aktivitas terorisme dan kekerasan terhadap aparat negara serta masyarakat sipil.

Pagaras menilai OPM sebagai ancaman serius bagi masyarakat Papua, termasuk OAP, pendatang, dan kedaulatan NKRI yang harus diberantas dari Indonesia. Lebih lanjut, OPM tidak mendapatkan dukungan penuh dari OAP yang banyak menjadi korban dari aksi kekerasan dan terorisme. Mayoritas OAP menginginkan Papua tetap menjadi bagian dari NKRI.

Pagaras menyimpulkan bahwa konflik terorisme di Papua merupakan isu kompleks yang memerlukan pendekatan komprehensif dan kolaboratif, melibatkan semua pihak terkait, termasuk masyarakat sipil, untuk mencari solusi damai dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan dalam menanggulangi terorisme, namun upaya lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi akar masalah konflik di Papua.

Shalom, Tuhan Jaga

Herdy Ezra Wayoi
Ketua LSM PAGARAS
Papua Garis Keras

Download the Press Release Here

English Version

Impact and Conclusion of Terrorism in Papua: Pagaras Analysis
Jayapura, May 17, 2024

The conflict in the Papua region, particularly the acts of terrorism carried out by the Free Papua Movement (OPM) or the Papua Separatist Terrorist Group (KSTP), has become a major concern both nationally and internationally. Despite OPM’s claim that their actions are in response to human rights violations and oppression of the Indigenous Papuans by the Indonesian government, the majority of Indigenous Papuans actually want Papua to remain part of Indonesia. It is evident that the limited support from the Papua community highlights that OPM does not represent the interests of all Papua residents. Terrorism in Papua is perpetrated by separatist groups aiming to secede Papua from the Republic of Indonesia to establish an independent state.

The conflict in Papua involves the use of violence by groups with specific political agendas, such as propaganda, mass demonstrations, referendums, and human rights violations. The violent actions and terrorism carried out by OPM have had extreme impacts on the security, politics, and social fabric of Papua society. The Indonesian government has implemented multifaceted strategies to combat this terrorism, but the challenges remain significant.

It is assessed that the establishment of a Task Force by the Indonesian Armed Forces Headquarters is an effective step in containing OPM activities. However, addressing terrorism in Papua requires a comprehensive and collaborative approach to achieve a peaceful and sustainable solution. In conclusion, terrorism in Papua poses a serious threat to Indonesia’s sovereignty that requires serious attention, including elevating the status of the OPM threat to Military Emergency and the implementation of Military Operations in War (OMP).

Impact of prolonged conflict in Papua region
The region of Papua continues to be plagued by conflicts instigated by various groups with specific agendas. The nomenclature of these groups constantly evolves over time, reflecting the complexity of the situation there. Attacks and threats carried out by the Free Papua Movement (OPM) have instilled fear and limitations for the people of Papua, impacting their access and mobility. The repercussions are felt not only by the government but also by the citizens in need of basic services.

The Indonesian government has endeavoured to improve the welfare of the Papuan people through various programs such as Special Autonomy (Otsus), hunger eradication initiatives, and infrastructure development. However, the continuous attacks from separatist groups hinder economic and social progress in the region. Vital infrastructure like bridges, roads, and public facilities are often targeted, making it difficult for the population to access essential services like education and healthcare.

The acknowledgment by the TNI Commander General Agus Subiyanto of the OPM through a telegram in April 2024 reaffirms the complexity of the situation in Papua. Civilian populations frequently fall victim to this conflict, impeding the region’s development and threatening social stability. Further efforts are needed to address this conflict and create a safe and prosperous environment for all Papua citizens.

Enhancing quality of life in Papua through strategic approach
The conflict in Papua, particularly the actions carried out by the OPM, can be considered as acts of terrorism based on their characteristics and resulting impacts. The Indonesian government has shown serious efforts in addressing this conflict, but has yet to achieve the desired results in reducing the level of terrorism activities in the region. The escalating activities of the OPM over the years have led to casualties among state authorities (TNI & Polri) and civilian populations. This requires the attention of all Indonesian citizens, so that the conflict does not escalate and undermine the sovereignty of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The government has prioritised dialogue and negotiation to seek peaceful solutions, but the OPM continues to reject these efforts and carry out attacks on state authorities as well as cruel actions against civilians and indigenous Papuans.

It is important for all parties to appreciate the various approaches of the government through peaceful means and efforts to improve living standards in Papua. Enhancing access to education, healthcare, and job opportunities can provide constructive alternatives for the Papuan people. Empowering local communities to play an active role in conflict resolution is also crucial. Through active participation in the democratic process, the youth, women, and other community groups can shape a better future for Papua. All parties must work together to achieve peace and stability in Papua for the benefit of all its people.

Pagaras Conclusion
The loss of life in Papua is not only caused by state officials (TNI & Polri) involved in direct armed contact with the OPM, but also involves civilians, both indigenous Papuans (OAP) and migrants, who fall victim to OPM’s atrocities. The escalation of violence and the sophistication of OPM’s operations indicate a shift in their separatist goals.

The history of conflict in Papua reflects the evolving nature of the OPM separatist group, which has increased its terrorist activities and violence against state officials and civilians. Pagaras views OPM as a serious threat to the people of Papua, including OAP, migrants, and Indonesia’s sovereignty that must be eradicated from Indonesia.

Furthermore, OPM does not have full support from OAP, many of whom have been victims of violence and terrorism. The majority of OAP want Papua to remain part of Indonesia. Pagaras concludes that terrorism in Papua is a complex issue that requires a comprehensive and collaborative approach involving all stakeholders, including civilians, to find a peaceful and sustainable solution. The Indonesian government has taken significant steps to combat terrorism, but further efforts are needed to address the root causes of the conflict in Papua.

Shalom, Godbless!

Herdy Ezra Wayoi
Head of PAGARAS NGO
Papuan Hardline